Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai baik Erick, Gibran, maupun Yusril sama-sama memiliki peluang. Nama Khofifah juga masih laik dipertimbangkan.
Khofifah merupakan tokoh perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PP Muslimat NU dalam empat kepengurusan. Khofifah juga Gubernur Jawa Timur yang merupakan provinsi kedua basis suara tertinggi dalam kontestasi politik.
"Tapi kalau kita membaca dalam tiga cawapres yang berpeluang seperti Gibran, Erick, dan Yusril tentu ada beberapa variabel," kata Arifki kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gibran tentu secara elektoral kita melihat peluang ini akan memperlihatkan Jokowi (Presiden Joko Widodo) berpihak kepada Prabowo. Sementara Erick, kita melihat bagaimana ada peluang elektoral yang lebih ke pendanaan. Yusril lebih kepada penyeimbang Mahfud MD yang secara posisi lebih kepada pakar hukum," imbuhnya.
Dari ketiga nama itu, Arifki berpandangan Erick bisa menjadi opsi jalan tengah bagi Prabowo dan KIM. Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat sebagai parpol parlemen menurutnya tidak akan keberatan dengan hal itu.
Sementara Gibran secara elektoral menurutnya sudah teruji di Solo, tetapi ia menilai peluang putra sulung Presiden Jokowi itu masih 50:50. Sebab, publik dikhawatirkan resisten lantaran Gibran direpresentasikan sebagai politik dinasti sehingga mempengaruhi elektabilitas.
"Jalan tengah Erick ada kedekatan dengan Jokowi, dan secara pilihan politik dia tidak terlalu resisten," ujarnya.
Arifki menilai kecil kemungkinan Golkar dan Demokrat hengkang dari koalisi jika Erick yang digandeng jadi cawapres Prabowo. Menurutnya, Golkar dan Demokrat sudah pas di koalisi Prabowo.
Selain itu, sedari awal mereka juga telah sepakat untuk menyerahkan keputusan cawapres kepada Prabowo. Apalagi KIM menurutnya dekat dengan Jokowi, sehingga semakin sulit bagi Demokrat dan Golkar hengkang.
"Pak Jokowi yang memang menjadi king maker dari KIM ini akan semakin menyulitkan bagi Demokrat dan Golkar keluar dari koalisi," ujar Arifki.
Belum lagi mereka harus mempertimbangkan etika politik jika memilih berlabuh ke koalisi lain ataupun hengkang untuk membentuk poros baru. Kemungkinan-kemungkinan itu menurutnya susah terealisasi ketika penutupan pendaftaran ke KPU tinggal sepekan saja.
Senada, Adib juga menilai meskipun peluang itu masih ada, tetapi rasa-rasanya sangat kecil kemungkinan untuk terjadi. Adib menganggap Demokrat dan Golkar kini sudah tidak punya pilihan, sehingga kemungkinan besar akan tetap patuh pada apapun keputusan yang diambil Prabowo.
Adib juga menilai muskil apabila dalam waktu yang dekat ini bakal ada poros baru untuk memecah suara misalnya. Ia meyakini kontestasi politik 2024 akan diikuti tiga pasangan calon.
"Kemungkinan Golkar dan Demokrat cabut bisa juga, tetapi saya kira sudah tidak punya pilihan. Kalaupun cabut, tetapi keluar untuk tidak menang, keluar untuk mengacak kontestasi dan dukungan suara, hanya sekedar memberikan suara untuk deal politik. Tapi saya kira kemungkinan kecil itu," ujar Adib.
(khr/tsa)