Yogyakarta, CNN Indonesia --
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut awal musim hujan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mundur dari kondisi normalnya. Di sisi lain 4 kabupaten di provinsi tersebut telah memberlakukan status siaga darurat kekeringan.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG DIY, Reni Kraningtyas mengatakan, pihaknya memperkirakan awal musim hujan di provinsinya mundur dua sampai tiga dasarian dari perkiraan awal. Artinya, baru akan datang awal November 2023.
"Mundur dua sampai tiga dasarian, jadi mundur hingga 20 hari sampai satu bulan dari pada normalnya," kata Reni di Kantor BPBD DIY, Kota Yogyakarta, Kamis (19/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prediksi BMKG, Kabupaten Kulon Progo bagian utara akan memasuki awal musim penghujan pada November dasarian I, lalu November dasarian II diperkirakan Kabupaten Sleman bagian utara, Kabupaten Gunungkidul bagian tengah dan selatan mulai memasuki musim hujan.
November dasarian III, awal musim hujan mencakup Kulon Progo bagian tengah dan selatan, sebagian Kabupaten Bantul bagian barat, bagian tengah dan selatan, serta Gunungkidul bagian utara.
Beberapa daerah lain di DIY sementara baru mulai memasuki awal musim hujan pada Desember dasarian I, seperti Sleman bagian selatan, Bantul bagian utara, dan sebagian Gunungkidul bagian barat.
"Dari delapan zona musim atau ZOM di DIY, tujuh ZOM atau 87,5 persen diperkirakan akan mulai memasuki musim hujan pada November 2023, dan satu ZOM atau 12,5 persen bulan Desember 2023," terang Reni.
BMKG juga memperkirakan durasi musim penghujan di DIY tak akan berlangsung lama menimbang waktu kedatangannya yang mundur dari waktu normalnya.
"Panjang musim hujan ada yang cuma 13 dasarian, ada yang 21 dasarian dan itu hanya sedikit. Tapi umumnya (durasi musim hujan di DIY) 16-18 dasarian, berarti ada enam bulan, ada lima bulan lebih," kata Reni.
Adapun puncak musim hujan di DIY perkiraannya akan terjadi pada Februari 2024 mendatang dan diprediksi berakhir April dasarian III.
"Dan ada sebagian kecil yang Mei dasarian I di Kulon Progo. Tapi umumnya secara keseluruhan DIY April dasarian III ini musim hujannya sudah habis, jadi kemungkinan besar masuknya awal musim kemarau nanti antara Mei Dasarian I, Mei dasarian II, atau Mei dasarian III," ujar Reni.
Sementara itu sejak datangnya musim kemarau hingga sekarang ini sudah ada empat kabupaten di wilayah DIY yang menetapkan status siaga darurat kekeringan imbas kekurangan air bersih.
Keempat daerah yang terdampak kemarau panjang dan telah menetapkan status siaga darurat kekeringan itu adalah Gunungkidul, Bantul, Kulon Progo, dan Sleman.
Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD DIY Lilik Andy Aryanto mengatakan, dari empat kabupaten itu tercatat puluhan kelurahan di puluhan kecamatan yang terdampak bencana kekeringan meteorologis berupa kekurangan air bersih.
Lilik merinci daerah yang dilanda kekurangan air bersih itu meliputi 56 kelurahan di 15 kecamatan di Gunungkidul; 14 kelurahan di 8 kecamatan di Bantul; 5 kelurahan di 4 kecamatan di Sleman; dan 17 kelurahan di 7 kecamatan di Kulon Progo.
Distribusi air bersih oleh Dinsos, BPBD masing-masing setempat, pemerintah kecamatan, hingga BBWS Serayu Opak pun telah dilakukan. Termasuk PMI, balai prasarana, pihak swasta juga sudah turun tangan mengguyur daerah kekurangan air bersih.
Setidaknya 25 juta liter lebih air bersih sudah tersalurkan ke empat wilayah tadi. Rinciannya, 19.190.000 liter ke Gunungkidul; 3.475.000 liter ke Bantul; 1.710.000 liter ke Kulon Progo; dan 1.011.000 ke Sleman.
"Total 25.386.000 liter," kata Lilik di kantornya, Kamis.
Bentuk penanganan kekeringan lainnya yakni pembuatan sumur bor oleh Dinas PUPESDM DIY di sebanyak 23 titik lokasi, dari kabupaten Kulon Progo, Gunungkidul hingga Sleman.
Dinas PUPESDM DIY, kata Lilik, juga mengelola dan memelihara 25 embung. Lokasinya, 9 titik di Gunungkidul; 8 di Sleman; 4 di Kulon Progo; 3 di Bantul; dan 1 di Kota Yogyakarta.
Pemerintah dalam situasi ini juga meratakan edukasi dan penyuluhan pola tanam yang sesuai pada saat musim kemarau ke masyarakat yang tinggal di wilayah terdampak kekeringan. Tujuannya, mereka bisa tetap produktif di musim kemarau serta meminimalisir dampak ikutan lainnya.
Lilik menambahkan, pencatatan dan monitoring serta evaluasi dilakukan sepanjang masa tanggap darurat ini. Penanganan kekeringan di DIY harus dipastikan mampu terlaksana secara baik.
Data peristiwa kekeringan dan dampak yang termonitor bisa dipergunakan sebagai bahan evaluasi guna penyusunan strategi atau kebijakan penanggulangan kekeringan ke depannya. Salah satu data yang dapat digunakan, kata Lilik, adalah kegiatan penyaluran air bersih sebagai acuan mitigasi bencana dari skala lingkungan kelurahan hingga kabupaten/kota.