Kuasa hukum mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi membantah keterangan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) terkait dokumen perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres, belum ditandatangani.
Arif memastikan pihaknya telah menandatangani berkas fisik yang dikirim ke MK lewat pos.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang diminta adalah tanda tangan basah. Kan, hard copy-nya basah," katanya, Jumat (3/11).
Kepada awak media, Arif menunjukkan salinan berkas perbaikan yang dikirim ke MK 13 Oktober 2023 lalu. Berkas tersebut sudah ditandatangani oleh empat tim kuasa hukum. Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, Dwi Nurdiansyah Santoso, dan Georgius Limart Siahaan.
Arif menjelaskan pihaknya mengirim tiga jenis berkas ke MK. Berkas fisik yang dikirim lewat pos dan berkas digital dikirim lewat email. Dua lainnya berupa berkas digital dalam format Word (.docx) dan PDF.
Pihaknya hanya menandatangani berkas fisik dan berkas digital dalam format PDF. Ia memang tidak menandatangani berkas dalam format Word (.docx) yang dikirim ke MK lewat email.
"Yang di luar itu pasti yang Word. Kan, enggak mungkin ada tanda tangan yang Word itu," katanya.
Ia menilai PBHI kurang jeli dalam membaca dan memeriksa berkas. Ia juga menganggap mereka kurang memahami secara detil hukum acara di MK.
"Dugaan saya, pelapor belum pernah sidang," katanya.
Arif pun menantang mereka untuk membuktikan bahwa gugatan Almas cacat formal. Ia yakin pihaknya telah melalui semua proses sesuai prosedur.
"Kita ada rekam pembicaraan kita dengan MK bagaimana, saling cek data bagaimana, semua ada. Bisa dicek," katanya.
Sebelumnya, PBHI mengungkapkan kejanggalan baru dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua PBHI Julius Ibrani menyebut kejanggalan baru itu ditemukan dalam dokumen perbaikan permohonan Almas. Dokumen tersebut tidak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.
Julius mengatakan dokumen itu dapat diakses dan dilihat langsung dari situs MKRI. Hal itu disampaikan Julius kepada MKMK dalam sidang pemeriksaan pelapor terkait dugaan pelanggaran kode etik, Kamis (2/11).
"Terkait dengan dokumen, kami mendapatkan dokumen langsung dari situs MK bahwa kami melihat, permohonan perbaikan yang diserahkan oleh pemohon juga tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon itu sendiri," kata Julius.
(syd/pmg)