Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana pengujian materiel atas Putusan MK terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal batas usia capres cawapres pada Rabu (8/11) besok pukul 13.30 WIB.
Gugatan itu diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Brahma Aryana dan teregister dengan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023. Brahma didampingi oleh kuasa hukumnya yakni Viktor Santoso Tandiasa dan Harseto Setyadi Rajah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemeriksaan Pendahuluan (I)" demikian tertulis dalam situs MKRI dikutip Selasa, (7/11).
Pasal yang dipermasalahkan Brahma adalah Pasal 169 huruf q UU 7/2017 yang telah ditambah normanya oleh MK lewat putusan perkara No 90/PUU-XXI/2023.
MK menambah ketentuan dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017 menjadi:
Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: "Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".
Menurut Brahma, frasa penambahan ketentuan dalam penalaran yang wajar berpotensi secara pasti akan menimbulkan persoalan hukum bagi calon yang berusia di bawah 40 tahun, karena terdapat frasa 'yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.
Sementara, kata dia, terhadap frasa tersebut tidak menyebutkan secara spesifik pada jabatan pada tingkat apa yang dimaksud tersebut. Apakah jabatan pada tingkat Gubernur dan Wakil Gubernur atau juga termasuk jabatan pada tingkat Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Brahma juga mempersoalkan terkait 5 hakim yang sepakat mengabulkan permohonan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Hal ini berkaitan dengan apa yang dipermasalahkan dalam gugatan Brahma.
Dalam putusan itu, 3 hakim yang memaknai 'pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.
Sedangkan, ada 2 hakim memaknai 'berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi/pada jabatan gubernur'.
"Hal tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dikabulkannya permohonan karena hanya 3 hakim konstitusi yang setuju pada pilihan pemaknaan tersebut (YM. Prof. Dr. Anwar Usman, YM. Prof. Dr. Guntur Hamzah, dan YM Prof. Manahan MP Sitompul)," ujarnya.
"Bahwa sementara 2 hakim konstitusi lainnya setuju terdapat alternatif syarat 'berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi' (YM. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih) dan syarat 'berpengalaman sebagai gubernur yang pada persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang' (YM. Dr. Daniel Yusmic P Foekh)," lanjutnya.
Gugatan itu mendapat pujian dari Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Gugatan itu dianggap terobosan dan kreatif.
(yla/wis)