Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar sidang perdana uji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal capres-cawapres pada Selasa pekan depan.
"Selasa, 28 November 2023, 10.00 WIB. Acara: Pemeriksaan Pendahuluan (I)," demikian dikutip dari laman resmi MK, Rabu (22/11).
Sidang akan digelar di ruang sidang lantai 4, Gedung MKRI 1, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh pakar hukum tata negara dari UGM yakni Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.
Mereka menunjuk Muhamad Raziv Barokah, Zamrony, Muhtadin, dkk sebagai kuasa hukum.
Pemohon menilai norma pasal yang telah dimaknai Putusan MK itu tidak memenuhi syarat formil karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman.
Lalu, Pemohon menyebut permohonan ini juga memenuhi batas waktu pengajuan permohonan uji formil, yaitu 45 hari setelah putusan diucapkan pada 16 Oktober 2023 silam.
Pemohon juga menilai keberlakuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai Putusan 90 sarat akan skandal. Pemohon menyebut hal itu diungkap oleh banyak pemerhati hukum dan konstitusi serta tokoh dan pejabat nasional.
Menurut pemohon, kehadiran Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai Putusan 90 jelas-jelas adalah bentuk pelembagaan dinasti politik yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945.
Hal itu juga dinilai merusak sistem hukum tata negara sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
"Menyatakan pembentukan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi salah satu petitum yang diajukan.
Lebih lanjut, pemohon juga mengajukan petitum dalam provisi pada permohonan ini, yakni MK menunda pemberlakuan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023.
Selain itu, menangguhkan tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan pasal tersebut.
Lalu, memeriksa permohonan ini secara cepat dengan tidak meminta keterangan kepada MPR, DPR, Presiden, DPD, atau pihak terkait lainnya.
Serta, Hakim Konsititusi Anwar Usman tidak ikut memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan ini.
MK sebelumnya mengubah syarat usia minimal capres-cawapres yang semula paling rendah 40 tahun menjadi paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih lewat pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Perubahan itu dilakukan melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Imbas dari putusan itu, Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus keponakan Anwar Usman (yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK) jadi mempunyai tiket untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 walaupun usianya belum mencapai syarat minimal 40 tahun.
Putusan itu pun menuai pro dan kontra. Sejumlah pihak bahkan mengajukan protes terkait putusan itu.
Mereka juga mengajukan laporan dugaan pelanggaran kode etik kepada Majelis Kehormatan MK (MKMK). Setelah melalui proses pemeriksaan, Anwar dinilai terbukti melanggar kode etik, sehingga dia dicopot dari jabatan Ketua MK.
(pop/kid)