Selama dua hingga sepekan terakhir pada November ini, gelombang kapal kayu masing-masing membawa ratusan imigran pengungsi Rohingya mendarat di sejumlah pantai Provinsi Aceh.
Mendaratnya gelombang kapal kayu yang membawa ratusan imigran Rohingya itu ternyata menimbulkan persoalan, sehingga terjadi penolakan warga Aceh di beberapa tempat.
Mereka menolak dan meminta imigran Rohingya itu kembali berlayar ke laut setelah diberi bantuan bekal makanan hingga minuman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis Permuwasyaratan Ulama (MPU) Aceh, Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga DPR Aceh pun buka suara soal gelombang kedatangan pengungsi imigran Rohingya di pantai-pantai Serambi Mekkah tersebut.
Terbaru, Pemerintah Kabupaten Pidie mengaku pihaknya masih menunggu kebijakan dari pemerintah pusat terkait penanganan ratusan imigran Rohingya yang masuk wilayah setempat.
"Pemerintah daerah sedang menunggu kebijakan pemerintah pusat karena sudah beberapa kali meeting melalui zoom, namun belum ada kepastian," kata Penjabat Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto di Pidie, Rabu (23/11) seperti dikutip dari Antara.
Wahyudi mengatakan saat ini ada sekitar 220 orang imigran Rohingya yang datang terakhir pada gelombang ketiga di Pidie dan sementara ini mereka masih ditempatkan di kawasan pantai dengan didirikan tenda.
Pihaknya juga telah memerintah Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pidie untuk mendirikan tenda, sementara konsumsi untuk para imigran tersebut berada di bawah tanggung jawab lembaga PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR).
"Sembari menunggu jawaban dari pusat, imigran Rohingya tetap di sana dan telah kita pindahkan ke pinggir laut, tempat bekas lokasi gudang ikan," ujarnya.
Ke depan, tambah Wahyudi, Pemkab Pidie akan menolak jika ada imigran Rohingya kembali mendarat di wilayahnya. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya perdagangan manusia.
"Ditakutkan Pidie ini dijadikan jalur transit perdagangan manusia terhadap etnis Rohingya itu," katanya.
Wahyudi juga berharap kepada jajaran TNI AL dan Polairud untuk memperketat keamanan jalur laut supaya imigran Rohingya tidak bebas keluar atau masuk ke wilayah Aceh.
"Ke depannya kita menolak kedatangan Rohingya, kita kembalikan ke laut karena kemungkinan di laut ada kapal induknya," ujar Wahyudi.
Sementara itu di Aceh Timur, Polres Aceh Timur telah menetapkan seorang sopir truk yang mengangkut puluhan imigran Rohingya sebagai tersangka dan memasukkan dua orang lainnya dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kapolres Aceh Timur AKBP Andy Rahmansyah mengatakan tersangka berinisial KW (27), warga Desa Dama Pulo SA, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur.
Sedangkan dua orang lainnya, yakni L (35), warga Desa Beunot, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, dan I (50) warga Desa Ulee Ateung, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur, masuk dalam DPO.
Penangkapan KW berawal dari informasi masyarakat bahwa ada truk dicurigai membawa puluhan orang yang bak belakangnya ditutupi terpal di kawasan Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur. Berdasarkan hasil pemeriksaan, KW menerangkan disuruh orang berinisial L untuk mengangkut puluhan imigran Rohingya tersebut ke suatu tempat. Sedangkan pelaku I adalah orang yang diperintah L menunjukkan lokasi penjemputan imigran tersebut.
Kapolres mengatakan pelaku dipersangkakan melanggar Pasal 120 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ancaman hukuman pidana paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun penjara.
Pj Gubernur Aceh Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki mengimbau kepada masyarakat Aceh untuk bersabar terkait kedatangan Imigran Rohingya ke Tanah Rencong, karena sedang dalam proses pengaturan.
"Sudah diimbau oleh Bupati dan diharapkan juga masyarakat bisa bersabar sambil mengatur semuanya," kata Achmad Marzuki, di Banda Aceh, Rabu.
Marzuki menyampaikan, penanganan imigran Rohingya tersebut merupakan urusan kemanusiaan, dan untuk penanganan akan berjalan sesuai ketentuan.
"Ini urusannya kemanusiaan, ada waktunya kemudian SOP-nya akan diatur lagi," ujarnya.
Marzuki mengatakan terkait kedatangan gelombang imigran Rohingya ke Aceh, pihak UNHCR sejauh ini juga telah berkomunikasi dengan Kemenkumham soal penempatan para pengungsi tersebut.
"Sudah ada surat dari Kemenkumham untuk penempatan pengungsi Rohingya, untuk sementara agar dibantu oleh IOM [organisasi PBB untuk urusan imigran internasional] dan UNHCR," tutur Marzuki.
Mengutip dari Antara, dalam kurun waktu dua pekan terakhir, Aceh sudah didatangi enam gelombang pengungsi Rohingya. Tiga kapal di wilayah Kabupaten Pidie, satu di Bireuen dan satu di Aceh Timur, dan hari ini di Kota Sabang. Totalnya lebih kurang mencapai 1.071 orang.
Kedatangan pengungsi Rohingya telah mendapatkan penolakan dari masyarakat Aceh. Bermula ditolak oleh penduduk Bireuen, kemudian Aceh Utara, dan terbaru adalah oleh warga Kota Sabang.
Baca halaman selanjutnya.