Pakar Hukum Kritik PP Pidana Cukai: Bisa Jadi Lahan Bisnis
Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
Menurut dia, ketiadaan proses hukum asal membayar denda empat kali lipat bagi tersangka sebagaimana diatur PP tersebut membuka ruang tranksaksional perkara pidana.
"Ketentuan tersebut akan membuka ruang transaksional atau tawar-menawar perkara. Ini bisa jadi lahan bisnis, terutama bagi Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana disebutkan dalam PP," ujar Herdiansyah saat dihubungi melalui pesan tertulis, Rabu (29/11).
Herdiansyah mafhum ketentuan tersebut positif untuk penerimaan negara. Namun, hal itu akan merusak sistem penegakan hukum terutama terkait kejahatan cukai dan perpajakan.
Lebih lanjut, ia merasa heran karena PP bertentangan dengan undang-undang tentang cukai.
"Bagaimana mungkin sekelas PP mengatur norma yang justru mengenyampingkan UU yang secara hierarki berada di atasnya? Kalaupun mau diatur, mestinya UU-nya yang diubah," ucap dia.
"Jadi, ini seperti pisau puding dipakai untuk memotong daging," kata dia.
Herdiansyah menjelaskan PP tersebut hanya bisa dikoreksi dua hal. Pertama oleh pembuat PP dalam hal ini presiden sebagai kepala pemerintahan, dan koreksi oleh pengadilan melalui uji materi di Mahkamah Agung.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah mengatur penghentian penyidikan tindak pidana cukai bisa dilakukan jika tersangka membayar sanksi administratif berupa denda sebesar empat kali dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Hal itu tertuang dalam PP 54/2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara. Aturan tersebut diundangkan pada Rabu (22/11) dan sudah berlaku sejak tanggal tersebut.
Jika tersangka mengajukan penghentian penyidikan, maka tersangka perlu mengajukan permohonan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk. Setelah permohonan diterima, menteri atau pejabat yang ditunjuk akan melakukan penelitian guna memastikan tindak pidana yang dilanggar dan denda yang harus dibayar.
Dalam hal hasil penelitian memenuhi ketentuan penghentian penyidikan, menteri atau pejabat yang ditunjuk akan menyampaikan surat persetujuan atas permohonan penghentian penyidikan. Surat tersebut akan mencantumkan besaran denda yang harus dibayar beserta batas waktu pembayarannya.
Penghentian penyidikan dilakukan sesuai dengan penerapan konsep ultimum remedium.
Penghentian penyidikan dimaksud hanya dilakukan atas tindak pidana Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai s.t.d.d UU HPP.
Kelima pasal tersebut terkait dengan pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai, barang kena cukai tidak dikemas, barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.