Polda Metro Pertanyakan Pengacara Firli Bawa Dokumen Kasus ke Sidang

CNN Indonesia
Sabtu, 16 Des 2023 02:45 WIB
Bidkum Polda Metro Jaya mempermasalahkan pengacara Firli Bahuri yang membawa dokumen kasus dugaan korupsi di Kemenhub sebagai bukti dalam sidang praperadilan.
Bidkum Polda Metro Jaya mempermasalahkan pengacara Firli Bahuri yang membawa dokumen kasus dugaan korupsi di Kemenhub sebagai bukti dalam sidang praperadilan. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tim Advokasi Bidang Hukum Polda Metro Jaya (Bidkum PMJ) mempermasalahkan pengacara Firli Bahuri yang membawa bukti dokumen penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan dalam sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Menurut mereka, bukti tersebut tidak ada relevansinya dengan perkara Firli yang sedang diuji di Praperadilan saat ini. Oleh karena itu, Tim Advokasi Bidkum PMJ menanyakan hal tersebut kepada ahli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada beberapa dokumen dijadikan barbuk dan kami sudah punya 159 barbuk yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan Praperadilan. Tapi, pemohon [Firli Bahuri] menyampaikan barbuk yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang Praperadilan. Bukti P26 sampai P37," kata Kabidkum PMJ Kombes Pol Putu Putera Sadana di sidang Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (15/12).

"Saya baca contoh, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang OTT DJKA. Ini barbuk yang menurut kami tak linier dengan apa yang sedang kita bahas karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah. Apakah dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak? Karena dalam kepolisian dirahasiakan, belum lagi sampai P37, hampir semua tentang DJKA dijadikan barbuk di sini. Kami bertanya apa korelasinya dengan kasus yang sedang kita bahas ini?" ucap Putu menambahkan.

Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi mempertanyakan cara pengacara Firli memperoleh dokumen DJKA tersebut. Apabila diperoleh dengan cara legal, maka hal itu tidak masalah. Begitu pun sebaliknya.

"Pertama yang harus kita lihat itu buktinya seperti apa. Apakah bukti itu bersifat umum misalkan nama yang bisa kita akses secara luas di media atau database KPK yang bisa diakses secara publik. Tapi, kalau misalkan alat bukti yang diungkapkan di persidangan itu orang biasa susah mendapatkan, maka harus dilihat apa relevansinya dengan perkara ini," tutur Fachrizal.

"Apalagi kalau di dalam UU tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Pasal 17 itu, badan publik wajib merahasiakan setiap informasi yang terkait dengan proses penegakan hukum. Informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana, misalkan mengungkap identitas informasi, pelapor, saksi atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana, atau misalkan mengungkapkan data intelijen kriminal, dan yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan tindak pidana, kita bisa lihat bahwa proses itu sifatnya rahasia, dikecualikan dari informasi yang bersifat publik," lanjut dia.

Fachrizal menjelaskan barang siapa yang mengakses, memperoleh dan atau memberikan informasi yang dikecualikan, maka diancam pidana paling lama dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 54 UU KIP.

"Tapi, lagi-lagi kalau kita bicara perbuatan pidana, kita harus lihat mens rea (niat jahat) dan actus reus (unsur tindakan)," kata Fachrizal.

Sementara itu, ahli hukum pidana yang merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Junaidi Saibih berpendapat tindakan pengacara Firli yang membawa bukti berupa dokumen kasus DJKA keliru karena tidak sesuai dengan objek yang dijadikan Praperadilan.

"Harusnya yang menjadi Praperadilan ini adalah terkait tentang proses penetapan tersangka tersebut secara formil, misal gimana pemanggilan dilakukan," terang Junaidi.

"Adapun berkaitan dokumen rahasia seharusnya tidak boleh dibuka karena itu ada potensi nantinya akan terjadi hal membahayakan dalam proses penyidikan. Misalnya informasi orang itu berkaitan pemeriksaan dan sebagainya, lalu dikhawatirkan akan jadi penghambat proses penyidikan. Misal orangnya melarikan diri," tandasnya.

Firli diumumkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi termasuk pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) oleh Polda Metro Jaya pada Rabu (22/11) tengah malam.

Penetapan tersangka itu dilakukan setelah tim penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara pada Rabu, 22 November 2023 malam. Menurut tim penyidik, sudah terdapat kecukupan bukti untuk menjerat jenderal polisi (purn) bintang tiga tersebut.

Tak terima, Firli mengajukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Jumat, 24 November 2023. Ia menggugat Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto.

(ryn/rds)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER