Surat suara di Taipei juga pernah menjadi perhatian saat penyelenggaraan Pemilu 2014 silam.
Kala itu, ada temuan dua orang TKI di Taipei kepada Migrant Care sebagai pemantau pemilu di luar negeri. Surat suara sudah dalam kondisi tercoblos pada pasangan nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla saat diterima oleh pemilih.
"Migrant care menerima masukan dari TKI di Taipei, ada 2 orang yang melapor, mereka mendapat surat suara melalui pos tapi sudah tercoblos," kata Divisi Pemilu Migrant Care Saiful Anas, dikutip dari detikcom.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan itu diterima Migrant Care pada Selasa, 1 Juli 2014 lalu.
Menanggapi temuan tersebut, Komsioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah saat itu mengatakan perlu mengecek lebih dulu kebenaran informasi tersebut.
"Kita belum menerima adanya laporan tersebut, nanti kita cek dulu," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah saat dikonfirmasi, Kamis, 3 Juli 2014.
Ferry mengatakan pemilih di dalam maupun luar negeri mendapati surat suara Pilpres dengan model dan format yang sama. Termasuk, kondisi awal harus bersih alias belum ada coblosan.
"Yang pasti surat suara tidak benar jika sudah tercoblos sebelum diterima oleh pemilih," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad bersama Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro melakukan supervisi pengawasan pelaksanaan Pemilu Luar Negeri di Taiwan pada 4 April 2014.
Kondisi tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) menjadi sorotan pada hasil pengawasan persiapan pemungutan suara kala itu.
Melansir laman Bawaslu, TPSLN 3 di New Taipei yang berlokasi di dalam Toko garuda turut disinggung sebagai contoh. Jumlah pemilih kurang lebih 1.300 orang dengan luas ruangan terbatas, sehingga pengaturan denah pintu masuk dan keluar ada pada pintu yang sama. Lalu, di TPSLN 6 New Taipei jumlah pemilih sebesar kurang lebih 1.400 orang dengan lokasi TPS kurang lebih berukuran 4 meter x 6 meter. Sementara itu, di TPS 38 Taoyuan terdapat jumlah pemilih sekitar 1.700 orang.
Selanjutnya, terkait dengan penggunaan pos. Bawaslu menyoroti potensi rawan yang muncul adalah karena belum ada sistem pengamanan yang dapat mengetahui apakah si pengirim pos ke PPLN adalah orang yang sama yang menjadi tujuan PPLN. Sebab, tidak ada keterangan identitas penerima saat pos sampai di tempat tujuan. Oleh karenanya, ada kemungkinkan surat suara diterima oleh orang yang berbeda dan dikirimkan kembali ke PPLN dalam keadaan sudah tercoblos.
Potensi lainnya yang muncul, yakni ada pemilih yang menyatakan bahwa dirinya tidak menerima kertas suara via pos dan ingin memilih di TPSLN. Padahal, dia terdata sebagai pemilih yang menggunakan pos.
Selain itu, masih ada WNI yang tidak mendapat undangan, ada WNI yang tidak merasa menerima kertas suara lewat pos, lokasi TPSLN yang jauh dari tempat pemilih yang terdaftar dan pemilih tersebut hanya mendapatkan ijin waktu yang sempit, masih adanya WNI yang tidak terdaftar dan masuk dalam kategori DPKTbLN. Hal itu berakibat pada dia harus memilih satu jam sebelum pemungutan suara di tutup sementara dia tidak mendapat ijin dari majikannya untuk menunggu sampai sore.
Menurut laporan, Panwas luar negeri juga menemukan dugaan ketidaknetralan Anggota KPPS pada saat pengawasan persiapan pemungutan suara. Panwas menemukan adanya atribut organisasi underbow partai tertentu di toko yang akan dijadikan TPS. TIM Supervisi dari pusat dan Panwas kemudian menurunkan atribut tersebut.
Sementara itu, dari 40 TPS yang ada, terdapat 16 TPSLN yang diawasi oleh pengawas pemilu luar negeri. Hal itu berdasarkan pertimbangan suara pemilih terbanyak dan adanya indikasi akan akan terjadinya dugaan pelanggaran. Dinamika pemungutan suara dan pencegahan yang dilakukan oleh pengawas pemilu.