Koalisi MDS: Tanggul Laut Raksasa Perparah Banjir & Rusak Ekosistem

CNN Indonesia
Sabtu, 13 Jan 2024 00:14 WIB
Koordinator MDS Martha Kumala Dewi menjelaskan pembangunan tanggul raksasa justru berpotensi memperparah banjir di daerah Pantura Jawa.
Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS) menilai pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di Pantai Utara Jawa (Pantura) lebih banyak berdampak buruk. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah akademisi dan organisasi lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS) menilai pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di Pantai Utara Jawa (Pantura) lebih banyak berdampak buruk.

Koordinator MDS Martha Kumala Dewi menjelaskan pembangunan tanggul raksasa justru berpotensi memperparah banjir di daerah Pantura Jawa jika terkena akibat intensitas hujan yang tinggi dan daya serap air rendah (bukan dari laut/rob).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena air dari darat terkepung di belakang tanggul, seperti kasus yang terjadi di Kampung Tambak Lorok, Semarang," kata Martha dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/1).

Jika banjir rob, kata Martha, mungkin tanggul laut raksasa itu akan mengurangi dampak ke wilayah daratan. Namun, hal itu akan merusak ekosistem di laut dan wilayah pesisir.

Selain itu, wilayah Pantura bagian timur akan menerima resiko hempasan gelombang laut akibat beban pembangunan di wilayah Pantura bagian barat, terutama dalam kasus proyek Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD).

Martha mengatakan pembangunan tanggul laut raksasa juga turut memperparah penurunan muka tanah nantinya.

Ia menjelaskan tanggul laut akan mengkonsentrasikan pembangunan dan aktivitas ekonomi di Pantura Jawa. Menurut koalisi, itu kontraproduktif dengan kondisi ekologi Pantura Jawa yang mengalami amblesan tanah.

Martha menyebut pembangunan infrastruktur dan aktivitas ekonomi yang semakin padat pasti mendatangkan beban dan membutuhkan air. Saat ini kebutuhan akan air untuk rumah tangga dan industri di Pantura Jawa banyak dipenuhi melalui ekstraksi air-tanah-dalam.

"Jadi, konsentrasi ekonomi di Pantura Jawa yang datang bersama dengan tanggul laut akan semakin memperparah amblesan tanah melalui pembebanan fisik dan ekstraksi air-tanah-dalam yang akan semakin bertambah," ujarnya.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI Parid Ridwanuddin juga mengatakan pembangunan tanggul laut raksasa akan menghancurkan wilayah perairan Pulau Jawa bagian utara yang selama ini menjadi wilayah tangkapan ikan ratusan ribu nelayan tradisional.

Pasalnya, kata dia, proyek ini akan membutuhkan pasir laut yang tidak sedikit. Sebagai contoh, pada tahun 2021 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengestimasi kebutuhan pasir laut untuk kebutuhan proyek reklamasi Teluk Jakarta sebanyak 388.200.000 meter kubik.

"Jumlah ini sangat besar untuk kebutuhan reklamasi di Jakarta saja," ujarnya.

Parid menyebut ambisi pembangunan tanggul laut raksasa akan mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati yang ada di perairan pulau Jawa bagian utara.

Parid mengingatkan belum lama ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam perhelatan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), 11 Desember 2023 lalu menyatakan spesies ikan Pari Jawa atau Urolophus Javanicus punah.

"Spesies ini diketahui memiliki habitat di perairan utara Jawa, khususnya di Teluk Jakarta," ujarnya.

Sebagaimana dinyatakan oleh para ahli, kata Parid, kepunahan ini disebabkan oleh dua hal yaitu penangkapan ikan yang over exploited serta kehancuran ekosistem pesisir dan laut akibat aktivitas industri.

"Dalam jangka panjang, ambisi pembangunan tanggul laut raksasa akan mempercepat kepunahan spesies flora dan fauna lainnya di perairan Pulau Jawa," katanya.

MDS terdiri dari Rujak Center for Urban Studies, Yayasan Amerta Air Indonesia, Sustainable Development Research Center at the Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang, WALHI Jateng, dan LBH Semarang.

Kemudian ada juga DPD Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Semarang, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Komunitas Pekakota, Ekologi Maritim Indonesia (EKOMARIN) dan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan beberapa menteri Kabinet Indonesia Kerja membentuk gugus tugas pembangunan tanggul laut raksasa di sepanjang Pantura. Prabowo meyakini pembangunan Giant Sea Wall akan berdampak untuk jangka waktu yang lama.

(yla/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER