MK Tolak Gugatan Uji Formil Syarat Usia Capres-Cawapres

CNN Indonesia
Selasa, 16 Jan 2024 14:34 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat usia capres dan cawapres (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat usia capres dan cawapres yang dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak pokok permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Hakim Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1).

Putusan ini diwarnai alasan berbeda (concurring opinion) oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih.

Permohonan yang tercatat sebagai Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.

Dalam berkas permohonannya, Denny dan Zainal menilai kehadiran Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai Putusan MK 90 adalah bentuk pelembagaan dinasti politik yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945.

Hal itu juga dinilai merusak sistem hukum tata negara sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Pada petitum pokok permohonannya, pemohon ingin MK menyatakan pembentukan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tidak memenuhi syarat formil berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempu9nyai kekuatan hukum mengikat.

"Memerintahkan kepada penyelenggara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2024 untuk: a. mencoret peserta pemilu yang mengajukan pendaftaran berdasarkan pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, akibat telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;" demikian bunyi petitum pokok permohonan pemohon.

"b. menetapkan agenda tambahan khusus bagi peserta pemilu yang terdampak untuk mengajukan calon pengganti dalam rangka melaksanakan putusan ini dengan tidak menunda pelaksanaan Pemilu 2024," sambung pemohon

Tak hanya itu, pemohon juga meminta MK menunda berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PU-XXI/2023.

Selanjutnya, menangguhkan tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan pasal tersebut. Selain itu, memeriksa permohonan ini secara cepat dengan tidak meminta keterangan kepada MPR, DPR, Presiden, DPD, atau pihak terkait lainnya.

Lalu, Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak ikut memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan ini.

Sebelumnya, MK mengubah ketentuan syarat usia minimal capres-cawapres dari semula 'berusia paling rendah 40 tahun' menjadi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah' melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Putusan MK 90 itu mendapat banyak sorotan lantaran dianggap mempermudah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang juga anak Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar, ikut serta di Pilpres2024 meskipun belum berusia 40 tahun.

Pro dan kontrapun bermunculan di tengah masyarakat. Sejumlah pihak bahkan mengajukan laporan dugaan pelanggaran kode etik kepada MKMK. Akhirnya, Anwar akhirnya dicopot dari jabatan ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik berat pada Putusan MK 90 tersebut yakni terkait konflik kepentingan.

Sementara itu, Gibran telah resmi menjadi cawapres dari Prabowo Subianto. Mereka memperoleh nomor urut 2 dalam Pilpres 2024 mendatang.

(pop/bmw)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK