Upaya dialog mahasiswa ITB dengan pihak rektorat terkait polemik pembayaran uang kuliah atau UKT lewat aplikasi pinjaman online atau Pinjol, Senin (29/1), berakhir deadlock alias buntu.
Kejadian bermula saat Kabinet Mahasiswa ITB menggelar demonstrasi di kampus mereka dengan tuntutan mendesak pihak rektorat untuk menggelar dialog terbuka soal polemik Pinjol UKT.
Pihak rektorat saat itu merespons dengan hanya memperbolehkan sejumlah perwakilan untuk ikut berdialog. Ketua Kabinet KM ITB M Yogi Syahputra dan empat rekannya lalu masuk untuk berdialog bersama rektorat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada 5 perwakilan mahasiswa 4 negosiasi dan 1 media (media kampus). Kita ingin livekan (menyiarkan secara langsung) awalnya aman. Kemudian ada salah satu pejabat Arif Haryanto Direktorat Kemahasiswaan dosen teknik mesin, ngomong enggak boleh ada yang merekam nanti dipotong sebagian dia nunjuk ke Zahra, media mahasiswa bilang kata-katanya saya ingat banget, jangan rekam ya atau saya tuntut sambil nunjuk ke Zahra," kata Yogi saat dikonfirmasi, Selasa (30/1).
"Saya punya bukti videonya," lanjut Yogi.
Lihat Juga : |
Yogi mengatakan, dialog pun tidak menghasilkan apa-apa. Pasalnya, pihak rektorat keluar begitu saja usai Yogi dan teman-temannya membacakan sikap resmi mereka.
"Kita akhirnya deadlock, rektorat nya tak mau negoisasi. Awalnya Kami minta teman-teman kami masuk ke pelataran rektorat, mereka menolak. Kami tidak mau diskusinya tertutup. Lalu Kami bacakan pres rilis, mereka keluar. Kami enggak walkout. Mereka pergi karena ada rapat," kata Yogi.
Yogi mengatakan, rencananya sore ini ia dan teman-temannya kembali akan menggelar dialog bersama pihak rektorat, untuk meneruskan tuntutan para mahasiswa yang mengaku keberatan terkait kerja sama pihak rektorat ITB dengan aplikasi pinjol.
Sementara Kepala Humas ITB Naomi Haswanto membantah dugaan intervensi tersebut. Naomi mengatakan, mahasiswa ITB bebas berpendapat untuk menyampaikan aspirasi.
"Kata siapa? tidak ada yang ditekan, mahasiswa bebas menyampaikan aspirasinya dalam cara-cara yang beradab, sopan dan beretika," ungkap Naomi, saat dihubungi terpisah.
Ia mengatakan tak semua kebijakan yang masih dalam perumusan layak untuk dipublikasikan karena hal tersebut masih dalam proses pematangan bersama.
"Terkadang, hal-hal yang akan disampaikan kepada mahasiswa, kami memperlihatkan sesuatu yang on progress/on going, jadi misal mengenai kebijakan, atau mengenai keputusan, akan dilaksanakan, tetapi belum saat ini tetapi "akan dilaksanakan, karena masih menunggu persiapan hal lain" sehingga belum dapat di share ke publik. Kami meminta perwakilan mahasiswa tidak merekam karena ada hal-hal yang belum waktunya di share ke publik," katanya.
"Mahasiswa bukan ditekan, tetapi diingatkan kembali," katanya.
(csr/gil)