Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meyakini gerakan petisi dan kritik yang dilayangkan para civitas academica kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan terjadi secara organik karena kegelisahan mereka masing-masing.
Presiden PKS Ahmad Syaikhu pun ragu apabila gerakan para guru besar itu diorganisir atau didalangi oleh pihak tertentu.
"Saya kira melihat situasi keprihatinan menurut saya sih masih sesuatu yang murni, muncul dari jiwa mereka masing-masing," kata Syaikhu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid meyakini masyarakat kampus selalu mengedepankan independensi dan rasionalisasi dalam menentukan sikap.
"Karena mereka memang bertanggung jawab terhadap masa depan Indonesia ya, karena mereka mendidik para mahasiswa dan lain sebagainya," ujar Hidayat.
Hidayat pun mengapresiasi aspirasi rakyat yang menurutnya telah mencerminkan jalannya demokrasi di Indonesia. Ia juga meminta agar pemerintah tidak melarang gerakan itu dan malah menjadikan kritik itu sebagai cermin diri.
"Menurut saya yang terbaik bagi pemerintah dan bagi penyelenggara pemilu Indonesia untuk mengambil saripati kritik dari masyarakat kampus," ujarnya.
Sebelumnya sejumlah civitas academica puluhan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta mengeluarkan pernyataan sikap mengkritik kondisi demokrasi di era Jokowi yang mengalami kemunduran.
Gerakan ini bermula dari petisi yang disampaikan oleh para guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada akhir Januari lalu. Kemudian kritik ini makin meluas ke kampus-kampus seluruh Indonesia.
Para civitas academica ini secara umum mengingatkan agar Jokowi bertindak sesuai koridor demokrasi dalam menghadapi Pemilu 2024.
Di sisi lain, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meyakini ada pihak yang mendalangi gerakan petisi dan kritik yang dilayangkan para sivitas akademika kepada pemerintahan Jokowi.
Bahlil mengklaim sebagai aktivis '98 dirinya sudah hafal bahwa gerakan agitasi tersebut dimulai dari mahasiswa. Kemungkinan 'hasutan' tersebut gagal sehingga merembet kepada guru besar dan akademisi.
(khr/dal)