Hakim Tunggal PN Jaksel Tolak Gugatan MAKI soal Harun Masiku

CNN Indonesia
Rabu, 21 Feb 2024 16:19 WIB
Hakim tunggal PN Jaksel Abu Hanifa menolak permohonan Praperadilan MAKI terkait penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. (CNN Indonesia/Ranny Virginia Utami)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Abu Hanifa menolak permohonan Praperadilan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) terkait penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka mantan calon legislatif (caleg) PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.

"Dalam pokok perkara: 1. Menolak permohonan Praperadilan untuk seluruhnya," ujar hakim saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/2).

Menurut hakim, tidak ada bukti termohon dalam hal ini KPK telah menghentikan penyidikan kasus dugaan suap Harun sebagaimana tuduhan MAKI. Dalam sidang ini, KPK membawa 14 bukti yang pada pokoknya menjelaskan kasus tersebut masih ditangani hingga saat ini.

Sementara itu dalam permohonan praperadilannya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menganggap KPK telah menghentikan penyidikan Harun. Hal itu diperkuat dengan belum ditemukannya Harun yang sudah sejak lama masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Atas dasar itu, Boyamin ingin KPK mengadili Harun secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa di persidangan.

KPK sebelumnya menilai belum ada urgensi untuk mengadili perkara Harun secara in absentia.

"Iya (belum ada urgensi). Penegakan hukum korupsi ada tujuannya di antaranya efek jera pelakunya sehingga bukan sekadar formalitas menyelesaikan sebuah perkara," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat (5/1) lalu.

Secara teori, Ali menjelaskan persidangan in absentia untuk setiap perkara termasuk pihak pemberi suap bisa saja dilakukan. Akan tetapi, efektivitas dari penanganan perkara harus tetap dipenuhi.

"Pemberi enggak bisa di-TPPU-kan dan lain-lain, hanya sebatas yang ia berikan saja yang dipertanggungjawabkan," ucap Ali.

"Beda dengan penerima. Bisa yang ia terima dari terdakwa dan pihak-pihak lain," sambungnya.

Harun harus berhadapan dengan hukum lantaran diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.

Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.

Adapun Wahyu yang divonis dengan pidana tujuh tahun penjara telah mendapatkan program Pembebasan Bersyarat sejak 6 Oktober 2023.

(Basith Subastian/CNN Indonesia)
(ryn/pmg)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK