Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily merespons usulan dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang ingin menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) jadi tempat penikahan semua agama.
Menurut Ace, sebelum mewujudkan wacana tersebut, harus diikuti dengan dukungan regulasi hingga sumber daya manusia (SDM).
"Usulan Gus Men bahwa KUA akan melayani pernikahan semua agama, tentu harus disertai dengan dukungan regulasinya. Karena pernikahan dalam Islam, sesuai dengan UU Perkawinan, harus mendapatkan legalitas dari negara melalui KUA ini," kata Ace melalui pesan singkat, Senin (26/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ace mengatakan jika agama lain dalam pernikahannya harus melalui KUA, hal itu juga harus disertai dengan ketersediaan sumber daya manusia di KUA.
Selain itu, dia mengingatkan Menag Yaqut bahwa tugas pokok dan fungsi KUA selama ini bukan sebatas melayani urusan pernikahan saja. Melainkan juga masalah keagamaan umat Islam lainnya.
"KUA menjadi tempat bimbingan keagamaan dari mulai pernikahan, zakat, wakaf, manasik haji, dan lain-lain," ucap Ace.
Pada saat yang sama, politikus Golkar itu menyebut Kemenag haruslah melayani seluruh agama yang diakui di Indonesia tak sebatas ke satu agama saja.
Ia menekankan negara harus memberikan pelayanan ke seluruh warga negara tanpa memandang agama yang dianut.
Yaqut sebelumnya menyebut KUA akan menjadi tempat untuk mencatat pernikahan semua agama, bukan hanya Islam. KUA akan menjadi sentra pelayanan keagamaan semua agama.
Menurutnya, pengembangan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan semua agama akan membuat data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.
Yaqut mengatakan KUA untuk pernikahan semua agama juga digagas untuk mewujudkan kesetaraan. Ia tak mau ada pembedaan perlakuan terhadap warga negara hanya karena perbedaan agama.
Ia mengatakan kebijakan ini masih tahap pembahasan internal Kemenag. Yaqut baru saja mengumpulkan seluruh direktur jenderal untuk membahas rencana tersebut.
Yaqut pun berjanji akan melibatkan tokoh semua agama untuk membahas rencana tersebut. Ia menyebut tak mungkin pemerintah membuat kebijakan tanpa mendengar pemangku kepentingan.
Adapun kini, pernikahan warga negara Indonesia dibedakan sesuai agama dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. Pernikahan muslim dicatat KUA, sedangkan umat agama lainnya dicatat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.