ANALISIS

Kecurigaan di Balik KPU Hapus Grafik Suara Sirekap

CNN Indonesia
Kamis, 07 Mar 2024 13:25 WIB
KPU menghapus grafik perolehan suara Pilpres dan Pemilu 2024 pada Sirekap dengan dalih mencegah prasangka. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghapus grafik perolehan suara Pilpres dan Pemilu 2024 pada Sirekap dengan dalih mencegah prasangka. Sejumlah pakar menilai tindakan itu justru akan menimbulkan kecurigaan lebih besar di tengah masyarakat.

Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi adalah sebuah aplikasi yang menampilkan agregat perhitungan suara dari seluruh TPS. Aplikasi itu ditampilkan dalam situs pemilu2024.kpu.go.id. Sejak pemungutan suara pada 14 Februari 2024, situs itu mulai menampilkan perolehan suara capres-cawapres hingga caleg. Beberapa hari terakhir, Sirekap menimbulkan sejumlah masalah.

Mulai dari input data yang stagnan hingga kejanggalan kenaikan suara. Kejanggalan itu terjadi pada perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang merangkak naik menuju 4 persen. Alih-alih bergerak cepat membenahi persoalan, KPU justru memutuskan untuk menghapus grafik perolehan suara. Publik pun tidak bisa mengakses data tersebut.

Sirekap saat ini hanya menampilkan hasil pindai penghitungan suara setiap TPS atau formulir C hasil. Jika masyarakat ingin tahu perolehan suara secara nasional, harus membuka satu per satu data TPS. Ada 823.220 TPS di seluruh Indonesia.

Komisioner KPU Idham Holik mengatakan grafik perolehan suara karena sistem yang dipakai KPU menghasilkan data yang tidak akurat. Penghapusan grafik pun diklaim demi mencegah prasangka di masyarakat. Namun demikian, Idham tak menjelaskan soal langkah evaluasi terhadap penerapan sistem optical character recognition (OCR) yang disebut tidak akurat.

"Kini agar tak terjadi disinformasi lagi, Sirekap dioptimalkan hanya sebatas pada publikasi foto Formulir Model C. Hasil Plano saja sebagai bukti otentik atas perolehan suara peserta pemilu dan partisipasi pemilih di setiap TPS-nya," kata Idham kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/3).

Sirekap Pemilu 2024 rawan dimanipulasi

Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita menilai langkah KPU tersebut tidak tepat. Dia berkata penghapusan grafik perolehan suara justru menimbulkan kecurigaan lebih besar di masyarakat.

Dia menyebut mulai muncul kecurigaan masyarakat tentang kerawanan Sirekap dimanipulasi. Terlebih lagi penghapusan dilakukan sesaat setelah temuan kejanggalan suara PSI.

"Pada tahap ini KPU sebaiknya tetap membuka data dengan menguatkan bahwa data secara manual adalah data yang akan menjadi pijakan penentuan hasil," kata Mita melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/3).

Mita mengatakan memang tak ada aturan yang dilanggar dari penghapusan grafik perolehan suara. Hal itu disebabkan Sirekap hanya diatur sebagai data pembanding, bukan dasar penetapan hasil pemilu.

Meski begitu, penghapusan grafik perolehan suara mencederai prinsip transparansi pemilu. Oleh karena itu, Mita mendesak KPU segera membuka data kembali.

"Seknas JPPR mendorong data Sirekap prinsipnya diperbaiki secara optimal sehingga tidak akan ada peluang perubahan atau ketidaksinkronan data yang berbeda dari C-hasil di TPS," ujarnya.

Kemunduran transparansi pemilu

Terpisah, pakar kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini mempertanyakan alasan KPU menutup grafik perolehan suara. Menurut Titi, alasan mencegah prasangka sama sekali tidak tepat.

Dia mengingatkan Sirekap adalah alat bantu untuk masyarakat memantau proses rekapitulasi suara. Sistem itu pun diatur khusus dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024.

Titi mengatakan KPU salah mengambil tindakan. Seharusnya, KPU fokus pada akar masalah, yaitu ketidakakuratan sistem dalam membaca laporan setiap TPS.

"Hasil yang kurang akurat mestinya ditindaklanjuti dengan akurasi hasil dengan memperbaiki teknologi dengan langkah responsif mengoreksi data-data anomali, bukan dengan menutup," kata Titi, Rabu (7/3).

Titi menambahkan penghapusan seharusnya tak dilakukan, terlebih lagi saat rekapitulasi masih berjalan. Dia menyebut langkah ini malah menimbulkan spekulasi lainnya tentang potensi kecurangan pemilu.

Dia mendesak KPU segera membuka kembali grafik perolehan suara di Sirekap. Titi mengingatkan Sirekap saat ini adalah uji coba untuk penerapan sistem rekapitulasi elektronik di masa mendatang.

"Bagi saya sih kemunduran transparansi dari langkah maju yang dicapai KPU. Kan setiap pemilu ada kemajuan, 2014 hanya mengunggah data hasil scanning, 2019 input manual, 2024 kemudian menggunakan teknologi yang diharapkan secara gradual ini teknologi rekapitulasi elektronik di masa depan," ujar Titi.

(dhf/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK