Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai Jokowi akan sulit masuk ke Partai Golkar, terlebih masa jabatannya sebagai Presiden RI akan habis pada Oktober 2024.
Meski ada beberapa kader yang welcome terhadap Jokowi, menurut Arifki, tidak serta merta membuat jalan yang bersangkutan untuk bergabung menjadi mulus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang jadi catatan adalah bahwa pasca-Oktober 2024 Jokowi bukan lagi presiden, tentu para elite Golkar bergantung melihat peluang-peluang bahwa bargaining yang dimiliki Prabowo lebih tinggi dibandingkan dengan Jokowi," kata Arifki.
Ia berpendapat Jokowi akan melihat terlebih dahulu apakah PSI masuk parlemen atau tidak. Jika tidak, kata dia, Jokowi akan berusaha masuk Golkar.
"Tapi, usaha-usaha itu tidak semudah itu karena memang baik itu JK (Jusuf Kalla, tokoh senior Golkar) dan lainnya akan meng-counter ruang Jokowi untuk masuk," kata dia.
Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah menilai usulan PSI yang menempatkan Jokowi di atas partai politik tidak bisa diterima. Sebab, terang dia, di Indonesia tidak ada sistem koalisi permanen.
"Usulan PSI kurang bisa diterima karena tidak ada sistem koalisi permanen di Indonesia, berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia," tutur Dedi.
"Dan andai pun ada koalisi yang dibentuk mengawal pemenang Pemilu, jelas itu bukan Jokowi, tetapi Prabowo karena ia yang memimpin partai pemenang sekaligus kandidat presiden dari koalisi, atau Airlangga Hartarto karena pemilik suara terbesar di koalisi," sambungnya.
Dedi menganggap usulan pada Jokowi lebih kepada upaya PSI mencari suaka agar tetap selamat dari tuduhan melakukan rekayasa suara di Pemilu 2024 yang sedang ramai. Menurut dia, PSI memerlukan perlindungan Jokowi.
"Partai semacam ini jelas tidak memiliki kemandirian. Bisa saja tanpa Jokowi, PSI tenggelam di 2024 ini," ucap Dedi.
Dedi menyatakan kemungkinan besar usulan PSI tersebut tidak akan terealisasi, kecuali memang seluruh partai koalisi pemenang mempunyai masalah yang bisa dijadikan sebagai ancaman jika tidak mendukung Jokowi.
"Baik PSI maupun Jokowi sama-sama sedang berupaya, dan memang PSI adalah Jokowi," tandasnya.
Ray Rangkuti menilai Jokowi tidak patut menjadi pemimpin partai koalisi. Ia menegaskan Jokowi tidak mempunyai hak terhadap hal tersebut.
"Kok bisa-bisanya jadi ketua koalisi? Lebih tidak punya hak lagi karena sekalipun pak Jokowi misalnya menyatakan dukungan kepada pasangan Prabowo-Gibran, dia tidak punya partai. Ya masa yang sama sekali tidak punya partai malah jadi ketua koalisi partai. Ada-ada saja. Makin tak ada wibawanya partai-partai ini," ucap Ray.
"Tapi, penyebutan PSI itu makin menegaskan kita bahwa sekalipun Jokowi tak pernah terbuka menyatakan dukungan kepada Prabowo-Gibran, kenyataannya ia terlibat dalam pemenangannya. Setidaknya dari usulan PSI ini," lanjut Ray.
Sementara itu, Arifki Chaniago mengatakan usulan PSI akan membuat dinamika ke depan akan lebih tajam antara Jokowi dengan Prabowo sebagai calon presiden terpilih.
"Game of power antara Prabowo dan Jokowi karena memang sebagai presiden tentu secara simbolik penting bagi Prabowo untuk mendominasi ke mana arah partai politik koalisi," tandasnya.
(ryn/pmg)