DPR RI dan pemerintah telah menyepakati RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Kesepakatan diambil lewat rapat pleno pengesahan tingkat satu di Baleg DPR, Senin (18/3) malam. Hanya Fraksi PKS yang menolak, NasDem menyetujui dengan catatan. Sementara sisanya sepakat dibawa ke Paripurna.
Pemerintah dan DPR terus mengebut pembahasan RUU DKJ untuk segera disahkan menjadi UU dalam dua pekan terakhir. Hal itu tak lepas dari status UU DKI Jakarta yang tak lagi berlaku sejak 15 Februari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini status Jakarta yang tak lagi menjadi ibu kota masih menunggu Keppres. Presiden disebut baru akan mengeluarkannya usai RUU DKJ disahkan.
Sebelum itu, RUU DKJ merupakan inisiatif DPR yang disahkan lewat Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan II tahun 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/12).
Dalam proses pembahasannya terdapat sejumlah poin perubahan dari draf RUU hingga ke pleno pengesahan tingkat satu di Baleg DPR, berikut di bawah ini beberapa poin perubahannya:
Draf RUU DKJ usulan DPR mulanya mengatur Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden alias tidak melalui pilkada.
Demikian tertuang dalam Pasal 10 bab IV RUU DKJ berdasarkan naskah yang diterima CNNIndonesia.com dari Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi atau Awiek, Selasa (5/12) lalu.
"Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi pasal 10 ayat (2).
RUU DKJ mengatur gubernur dan wagub menjabat selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Selama proses pembahasannya di Panja bersama pemerintah pengaturan ini berubah. Pemerintah dan DPR sepakat Gubernur Jakarta tetap dipilih lewat pilkada.
DPR dan pemerintah sepakat Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabek ditunjuk langsung oleh presiden. Ketentuan lebih lanjut perihal itu akan diatur lewat perpres. Presiden bisa menunjuk siapapun duduk di posisi tersebut.
Keputusan itu membatalkan draf rancangan sebelumnya yang menyatakan wapres akan memimpin dewan kawasan aglomerasi.
Posisi Dewan Aglomerasi itu sempat menjadi sorotan dalam rapat. Perwakilan DPD mempertanyakan kewenangan wapres untuk posisi tersebut. Pasal 55 ayat 3 draf RUU usulan DPR, dewan kawasan aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden.
Dewan kawasan aglomerasi itu bertugas mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional dan dokumen rencana induk pembangunan kawasan aglomerasi.
Lalu, bertugas dalam mengoordinasikan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana induk oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.