Di satu sisi, Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (Pandekha) Fakultas Hukum UGM, Yance Arizona menilai MK telah menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki demokrasi di Indonesia.
"Sebenarnya itu kesempatan yang sangat baik bagi MK untuk menegakkan kembali bendera Mahkamah Konstitusi. Tetapi kesempatan itu disia-siakan oleh MK," tuturnya.
Ia menyebut putusan sengketa Pilpres 2024 tak mempunyai aspek krusial untuk proses demokrasi di Indonesia, meskipun dalam putusan itu MK menyebutkan beberapa perbaikan ke depan. Namun, perbaikan-perbaikan tersebut hanya bersifat teguran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat tiga isu utama dalam sidang sengketa Pilpres 2024 yaitu manipulasi syarat pencalonan Gibran, politisasi bansos, dan pengerahan aparatur negara. Dari ketiga isu itu, kata dia, proses pembuktian paling kuat ada di manipulasi syarat pencalonan Gibran.
Dia menilai bukti kuat itu di antaranya putusan MKMK yang menyatakan hakim konstitusi Anwar Usman yang memutus perkara batas usia minimal capres-cawapres melakukan pelanggaran etik berat.
Kemudian, putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberikan sanksi peringatan keras kepada anggota dan Ketua KPU lantaran menerima pendaftaran Gibran menjadi cawapres di Pilpres 2024.
"Hakim yang lima orang, maupun hakim yang tiga dissenting oppinion tidak mempersoalkan tentang manipulasi syarat pencalonan. Padahal itu bukti yang sangat kuat. Kalau itu dibuktikan harusnya kan diskualifikasi," kata Yance.
"Tapi sayang tidak ada hakim MK yang menganggap itu sebagai sesuatu yang bisa dijadikan sebagai dasar untuk mengabulkan putusan kali ini," sambungnya.
Selain manipulasi syarat pencalonan Gibran, Yance menilai ada banyak pembuktian terkait pembagian bantuan sosial (bansos) menjelang Pemilu.
Namun, hal itu dibantah empat menteri kabinet pemerintahan Presiden Jokowi yang sempat dihadirkan dalam persidangan di MK.
"Soal netralitas pejabat itu sebenarnya dari sisi proses itu tidak begitu kuat proses pembuktiannya. Kepolisian tidak dipanggil, Presiden Jokowi sendiri tidak dipanggil, Pj kepala daerah tidak dipanggil. Jadi sebenarnya agak lemah, sehingga ketika itu tidak bisa dijadikan dasar," kata Yance.
Sementara tiga hakim yang menyatakan dissenting oppinion menilai pengerahan aparatur sipil negara bisa dijadikan dasar MK untuk mengabulkan dalil-dalil para pemohon.
Di satu sisi, Yance menyebut amicus curiae atau aspirasi Sahabat Pengadilan terkait sengketa Pilpres 2024 yang disinggung juga disebut dibaca hakim menjadi satu hal positif.
Ia berharap partisipasi publik dalam proses yudisial akan semakin meningkat di masa mendatang.
"Kedua, ada dissenting oppinion. Kalau kita bandingkan dengan sengketa pilpres sebelum-sebelumnya, dalil-dalil yang sama diajukan juga. 2014, 2019 terutama soal politisasi bansos, pengerahan aparatur negara. Tapi kali ini hakim yang mengadili menganggap itu bisa dijadikan dasar untuk menilai semakin merosotnya kualitas penyelenggaraan pemilu," ucap Yance.
Sementara itu, Presiden Jokowi menyatakan pemerintahannya menghormati putusan MK tersebut. Jokowi mengatakan MK telah menyatakan segala tuduhan yang dialamatkan kepada pemerintah terkait dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 ini tidak terbukti.
"Tuduhan-tuduhan kepada pemerintah, seperti kecurangan, intervensi aparat, kemudian politisasi bansos, kemudian mobilisasi aparat, ketidaknetralan kepala daerah, telah dinyatakan tidak terbukti. Ini yang penting bagi pemerintah," kata ayah dari Gibran tersebut di SMKN 1 Rangas, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa (23/4). Dikutip dari laman resmi Presiden RI.
Selanjutnya, kata Jokowi, dirinya akan menyiapkan transisi pemerintahan untuk pemerintahan yang akan dipimpin Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Dan pemerintah mendukung proses transisi dari pemerintahan sekarang ke nanti pemerintahan baru. Akan kita siapkan karena sekarang MK sudah, tinggal nanti penetapan oleh KPU besok ya," ujar Jokowi.
(lna/kid)