Senada, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai Presidential Club akan menimbulkan sistem check and balances di Indonesia semakin terdegradasi.
"Mudharatnya, demokrasi ini akan ada dalam alarm kuning. bahwa check and balances menjadi lemah. Juga saya kira memang tidak ada urgensinya, tidak usah bikin Presidential Club, cukup telepon, ngopi, minta pendapat, selesai," kata Adib kepada CNNIndonesia.com, Senin (6/5).
Kendati harus diakui merangkul seluruh pihak adalah hal yang baik. Adib pun mengapresiasi apabila tujuannya untuk menciptakan kerukunan Indonesia di masa depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun menurutnya sulit bagi oposisi duduk satu meja dengan pemerintah, dan mereka akan tetap melawan atau mengkritik di lain kesempatan. Sebab menurutnya politik di Indonesia mayoritas bersifat transaksional.
PDIP misalnya ketika memilih menjadi oposisi, maka mereka akan sulit menunjukkan taring mereka apabila Megawati berada dalam forum yang sama dengan Prabowo.
"Jadi nanti check and balances akan semakin berkurang," jelasnya.
Kondisi itu menurutnya akan menimbulkan sentimen negatif dari sejumlah masyarakat Indonesia. Rakyat menurutnya akan semakin sulit percaya kepada pemerintahan apabila tidak ada pihak kuat yang menjadi oposisi dan penyeimbang.
"Ketika itu terjadi, jika tidak ada oposisi, maka saya berharap output kebijakan publik berpihak kepada rakyat," ujar Adib.
Lebih lanjut, Presidential Club menurutnya memiliki tugas atau peran yang mirip dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sehingga urgensinya memang tidak ada kendati tetap sah apabila dibentuk.
Oleh sebab itu, Adib menilai rencana pembentukan Presidential Club hanya sebagai satu dari sejumlah siasat Prabowo.
Yang paling utama menurutnya adalah Prabowo menginginkan jalan pemerintahannya nanti beriringan dengan praktik politik Indonesia yang tenang. Prabowo menurutnya ingin menciptakan stabilitas politik melalui pembentukan forum presiden tersebut.
Atau dengan kata lain, Prabowo berupaya meminimalisir perbedaan politik dan oposisi selama masa jabatannya.
"Saya melihat bahwa kentaranya memang untuk menciptakan stabilitas politik yang tenang dan menekan oposisi. Karena kalau semua dirangkul, mengeksekusi kebijakan lebih mudah," kata dia.
Adib juga menyoroti ada potensi misi khusus Prabowo dalam rencana pembentukan Presidential Club. Ia berpendapat, Prabowo berupaya menjembatani hubungan Presiden Jokowi dan Megawati yang kini memanas terutama pasca Pilpres 2024.
"Saya juga melihat ini sebenarnya gelagat untuk dalam tanda kutip mengislahkan Pak Jokowi dan Bu Megawati yang lagi keras dan panas," kata dia.
Namun demikian, Adib berpandangan sulit bagi Megawati untuk berada satu wadah dengan SBY terutama Jokowi. PDIP dan Megawati menurutnya masih terluka dengan sikap Jokowi saat Pilpres 2024. Sementara untuk SBY, hingga kini pun Megawati belum benar-benar menunjukkan rekonsiliasi.
Di sisi lain, Adib juga menilai PDIP dapat menggunakan kesempatan pembentukan Presidential Club untuk 'mendekati' Prabowo. Sebab PDIP pun sudah mengatakan mereka tidak memiliki masalah dengan Prabowo dan partainya, Gerindra.
"Jadi menurut saya, PDIP bisa saja balas dendam dalam tanda kutip bilang ke pak Prabowo untuk tinggalkan Pak Jokowi, dan PDIP bersama Bu Mega dan Pak Prabowo bisa bareng," ujar Adib.
(khr/gil)