Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono dinilai berhasil menghadirkan solusi berkeadilan dalam menghadapi keadaan yang menyangkut hajat hidup masyarakat Jakarta.
Diantaranya, penyelesaian masalah terhadap warga eks Kampung Susun Bayam (KSB), atau yang paling baru adalah ganti untung terhadap warga terdampak normalisasi kali Ciliwung.
"Pada prinsipnya ada win-win solution yang ditawarkan Heru di setiap problem. Tentu yang terbaik bagi warga dan meminimalisir persoalan baru di kemudian hari," kata Pengamat Kebijakan Publik GMT Institute, Agustinus Tamtama Putera, Selasa (21/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, solusi berkeadilan kata dia, juga disiapkan oleh Heru untuk kebutuhan primer masyarakat Jakarta. Seperti program sembako murah, pemerataan layanan air bersih, penyediaan hunian terjangkau bagi warga berpenghasilan rendah, dan sebagainya.
"Bahkan di kebutuhan primer pun cukup berkeadilan. Sembako murah buat memenuhi kebutuhan pangan, hunian terjangkau untuk bidang papan dan sebagainya," ujarnya.
Lebih lanjut, Tamtam mengatakan bahwa Heru Budi banyak mengambil kebijakan yang fundamental untuk kebaikan masyarakat, meskipun kebijakan tersebut tidak populis, alias tidak menguntungkan secara politik.
Padahal, kata Tamtam, kebanyakan kepala daerah memilih mengambil kebijakan populis, walaupun tidak strategis. Namun, kebijakan Heru Budi tetap mementingkan masyarakat Jakarta.
"Karena, pertama memang tidak terlalu memperhatikan aspek politis, yang penting hak mendasar warga bisa terjamin. Ibarat minum obat, kebijakan seperti ini memang dampaknya tidak langsung, baru kemudian dirasakan manfaatnya nanti," ujarnya.
Tamtam mencontohkan kebijakan fundamental yang tidak populis misalnya penertiban Nomor Induk Keluarga (NIK). Data kependudukan ini merupakan hal mendasar yang kerap dipandang sebelah mata.
Namun, kata Tamtam, data NIK sejatinya merupakan syarat utama mewujudkan pemerataan dan keadilan. Misalnya problem bansos yang tidak tepat sasaran karena data kependudukan yang tidak sesuai.
Kemudian, pelayanan masyarakat tidak efektif karena terkendala NIK. Hal itu disebabkan karena orangnya sudah tidak ada dan lain sebagainya.
"Tetapi kalau ngga di tertibkan dari sekarang, kapan lagi perbaikan itu bisa dimulai," ujarnya.
Dalam kesempatan ini ia menyampaikan bahwa Jakarta sedang membutuhkan figur pemimpin yang memahami pembangunan berkelanjutan, juga mengerti bagaimana birokrasi bekerja dengan baik.
"Jakarta ke depan perlu seorang teknokrat, birokrat, bersikap tegas namun bisa bersahabat dengan semua kalangan masyarakat. Jakarta sedang transisi menuju kota Global, maka penting berbicara soal pembangunan berkelanjutan," ujarnya.
(inh)