Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah (Pengda) Bali, menyesalkan pelarangan para jurnalis untuk meliput kegiatan Forum Air untuk Rakyat atau People's Water Forum (PWF) yang digelar di Hotel Oranjje, Jalan Hayam Wuruk, Kota Denpasar, Bali.
Aksi pengadangan itu dilakukan sejumlah orang yang mengatasnamakan ormas. Ormas itu sejak awal pekan ini memang berupaya membubarkan kegiatan Forum Air untuk Rakyat di hotel tersebut. Mereka berdalih gelaran Forum Air untuk Rakyat itu mengganggu KTT World Water Forum yang juga digelar di Bali pekan ini.
Sekretaris AJI Kota Denpasar, Wayan Widyantara mengaku pihaknya mendapat laporan dari beberapa anggota dan jurnalis yang meliput PWF pada Selasa (21/5) siang di Hotel Oranjje juga mendapat adangan sejumlah orang mengatasnamakan ormas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nonik juga menerangkan, selain panitia, pembicara, dan peserta PWF, jurnalis juga dilarang masuk ke Hotel Oranjje, dan sempat terjadi debat antara jurnalis dengan sejumlah oknum warga yang tidak jelas tersebut.
"Mereka menutup wajah menggunakan kaca mata dan masker, dan menutup kepala menggunakan jaket bertudung. Ketika oknum yang melarang liputan ditanya berasal dari mana juga tidak menjawab, apa alasan pelarangannya mereka juga tidak menjawab. Akan tetapi, Satpol PP bebas keluar masuk. Sehingga ada dugaan mereka bagian dari negara atau kekuasaan," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/5).
Selain itu, pihaknya mendapat laporan ada peretasan terhadap akun whatsapp beberapa jurnalis. Selain itu, sinyal seluler di lokasi sekitar Hotel Oranjje pun sempat hilang sehingga ada dugaan telah dipasang jammer atau pengacak sinyal.
Menurutnya, peristiwa-peristiwa tersebut sudah termasuk bertentangan dengan kemerdekaan pers yang dijamin sepenuhnya oleh Undang-undang (UUD) 1945 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Hal senada, juga disampaikan IJTI Bali yang menyesalkan larangan peliputan acara PWF di Hotel Orange. Larangan itu, dikeluhkan sejumlah jurnalis televisi yang dilarang oleh sekelompok orang yang berkumpul di hotel tersebut.
Jurnalis TV One, Alfani Sukri mengatakan, pada hari pertama gelaran PWF terjadi ketegangan antara sekelompok orang dengan panitia penyelenggara. Tapi larangan liputan oleh sekelompok orang dengan alasan menjaga budaya Bali.
"Sejak awal digelarnya PWF di Hotel Orange Hayam Wuruk kita awalnya boleh masuk. Nah hari kedua kemarin, semua peserta yg akan hadir itu enggak boleh masuk, termasuk semua wartawan yang ingin meliput kegiatan di dalam dengan alasan enggak jelas. Mereka yang menghalangi itu enggak jelas," ungkap Alfani. "Dasar mereka menjaga budaya dan keamanan Bali. Takut demo dan sebagainya. Lah trus kita para wartawan ini apa, kok sampai ikut dilarang"
Alfani juga menyayangkan sikap polisi sebagai aparat keamanan yang seharusnya mengamankan kegiatan masyarakat malah membiarkan aksi orang-orang yang mengatakan ormas tersebut.
Sementara, Ketua IJTI Bali, Ananda Bagus Satria menegaskan berdasarkan UU Pers dan konstitusi, wartawan memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Oleh karena itu, semestinya para jurnalis tidak dihalangi dalam melakukan tugas jurnalistik.
"IJTI Bali menerima laporan pengaduan dari anggota bahwa sejumlah jurnalis televisi juga jurnalis lainnya dilarang meliput acara PWF. Padahal jurnalis diundang oleh panitia. Karena itu, pihak lain tidak berhak menghalangi kerja jurnalis, termasuk semua peristiwa yang terjadi di lokasi. Ini bentuk ancaman bagi kemerdekaan pers di Indonesia," tegasnya.
"Publik berhak mendapatkan informasi termasuk kegiatan PWF di Bali yang berbarengan dengan gelaran WWF. Nah polisi sebagai aparat keamanan harusnya mengamankan kegiatan masyarakat. Bukan membiarkan ormas maupun kelompok lain untuk menghalangi kegiatan masyarakat," imbuh Bagus.
Menurut Bagus, jika ormas ataupun kelompok lain dibiarkan menggagalkan kegiatan PWF, maka berpotensi terjadi gesekan yang bisa berdampak pada adanya korban.
"Harusnya aparat keamanan dari kepolisian bertugas mengamankan kegiatan masyarakat. Kalau dibiarkan ormas maupun kelompok lain seperti kejadian ini, maka potensi adanya korban misalnya terjadi penganiayaan yang tak bisa dihindarkan. Karena kejadian ini terjadi di kota dan tidak mungkin polisi tidak tau adanya keributan sejak hari pertama," ujarnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, merespons soal aksi massa mengatasnamakan ormas yang membubarkan paksa hingga mengintimidasi peserta dan pemateri Forum Air untuk Rakyat (People's Water Forum/PWF) di Denpasar sejak awal pekan ini.
Forum yang digelar LSM dan aktivis lingkungan tersebut disebut-sebut merupakan tandingan acara KTT World Water Forum (WWF) yang digelar di Nusa Dua, Bali.
Mahendra menegaskan dirinya tidak pernah memberikan arahan lisan maupun tertulis pada pihak manapun guna membubarkan forum air untuk rakyat tersebut. Hal itu diungkapnya merespons pernyataan ada pihak-pihak yang mengklaim mengikuti arahan dari Pj Gubernur Bali terkait pembubaran acara tersebut.
"Saya bahkan tidak tahu ada ormas PGN, apalagi ketemu dengan ketua ataupun pengurus PGN," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/5).
Selain itu, Mahendra mengatakan pihaknya tak mempermasalahkan gelaran forum air oleh masyarakat sipil tersebut. Mahendra berpendapat forum ini merupakan hak warganegara untuk berekspresi.
"Kami tidak melarang kegiatan untuk berekspresi menyampaikan pendapat, apalagi dilakukan dalam forum akademik, karena agenda PWF tersebut sebenarnya sejalan dengan agenda WWF, yaitu sama-sama bertujuan menjaga ketersediaan air untuk kelangsungan kehidupan," imbuhnya.
Sebelumnya, kegiatan The People's Water Forum (PWF) yang dilaksanakan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis lingkungan dibubarkan oleh puluhan orang dari salah satu ormas.
Tak berhenti pada awal pekan ini, massa dari ormas yang sama pun melakukan aksi serupa pada lanjutan gelaran tersebut di hari selanjutnya.
Bahkan, eks Hakim MK I Dewa Gede Palguna yang menjadi pemateri pun turut diusir sehingga tak bisa masuk ke hotel tempat gelaran forum tersebut pada Selasa (21/5). Selain itu, viral pula Pelapor khusus PBB untuk hak atas air dan sanitasi, Pedro Arrojo Agudo juga diadang massa ormas untuk masuk ke hotel tersebut pada hari yang sama.
Polda Bali menyatakan masih mendalami dugaan upaya pembubaran paksa dan intimidasi oleh ormas terhadap acara dan peserta Forum Air untuk Rakyat (People's Water Forum/PWF).
"Kami masih dalami dan belum tahu pasti apa masalahnya dan siapa-siapa yang miskomunikasi," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan pada Selasa lalu.
(kdf/kid)