Cegah Pasal Selundupan, PDIP Lobi Fraksi-fraksi Tarik RUU MK

CNN Indonesia
Selasa, 28 Mei 2024 17:31 WIB
Anggota Fraksi PDIP, Djarot Saiful Hidayat melobi fraksi lain di DPR untuk menarik kembali rencana revisi UU MK. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia --

Fraksi PDIP di DPR mengaku tengah melobi fraksi-fraksi lain untuk menarik Revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) menyusul nota keberatan yang mereka layangkan atas rencana pengesahan RUU tersebut di Paripurna.

Anggota Fraksi PDIP, Djarot Saiful Hidayat mengaku pihaknya tak bisa maju sendiri untuk menolak RUU MK. Karenanya, PDIP masih mencoba mencari suara lain untuk menarik RUU MK sebelum resmi disahkan menjadi UU.

"Kita sudah berkomunikasi dengan fraksi yang lain karena kita tidak bisa sendiri, agar apa? Agar pasal pasal yang berpotensi diselundupkan itu bisa dicegah," kata Djarot di kompleks parlemen, Senin (28/5).

Namun, Djarot belum mau mengungkap progres hasil komunikasi tersebut. Dia memandang UU MK sangat strategis dan karenanya independensi MK dan para hakimnya harus tetap dipertahankan.

Fraksi PDIP, kata Djarot, terutama menolak sejumlah poin revisi yang mengatur independensi para hakim dan pasal yang berpotensi melemahkan posisi lembaga tersebut.

"Menolak pasal-pasal yang melemahkan MK, menolak pasal-pasal yang berpotensi untuk menghambat atau merintangi hakim hakim MK yang tegas dan berani," katanya.

Sementara, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil mengaku pesimis nota keberatan yang dilayangkan PDIP atas RUU MK bakal berpengaruh. Sebab, RUU MK kata Djamil telah disahkan di tingkat satu dan tinggal dibawa ke Paripurna untuk disahkan menjadi UU.

Namun begitu, dia belum dapat memastikan nasib nota keberatan yang dilayangkan fraksi PDIP. Menurut dia, peluang RUU MK bisa dilanjutkan atau tidak menjadi UU hanya bisa dijawab oleh para anggota dewan level dewa.

"Kalau pertanyaan apakah ada kemungkinan ditunda itu para dewa yang bisa jawab," katanya.

Komisi III DPR sebelumnya diam-diam menggelar rapat pengambilan keputusan tingkat satu Revisi UU MK untuk segera dibawa ke Paripurna dan disahkan menjadi UU.

Rapat kala itu digelar di akhir masa reses anggota dewan, Senin (13/5) atau sehari sebelum DPR memasuki masa sidang.

"Pembahasan sudah lama, tadi cuma pengesahan tingkat satu," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/5).

Ada empat poin krusial dalam RUU MK, yaitu persyaratan batas usia hakim konstitusi. Mekanisme pemberhentian hakim, evaluasi hakim konstitusi. Dan tentang unsur keanggotaan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Pada poin evaluasi hakim misalnya, pemerintah dan DPR menyisipkan pasal tambahan, yakni Pasal 23A yang mengatur soal evaluasi hakim mahkamah. Pasal itu menyebutkan hakim mahkamah maksimal hanya bisa menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun.

Dalam setiap lima tahun, hakim mahkamah wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

"Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setelah lima tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 23A.

(thr/gil)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK