ANALISIS

Dejavu Pola Pilpres 2024 di Balik Putusan MA soal Syarat Maju Pilkada

CNN Indonesia
Jumat, 31 Mei 2024 12:10 WIB
Pengamat menilai putusan MA terkait syarat usia calon kepala daerah untuk maju di pilgub sebagai dejavu dari putusan MK pada Pilpres 2024 untuk usia cawapres.
Kantor Mahkamah Agung di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Serupa Agung, pengamat politik Radis Hadi mengatakan putusan MA itu bakal menimbulkan stigma politik seperti yang terjadi pada Pilpres. 2024 lalu. Apalagi, katanya, jika Kaesang kemudian betul-betul memanfaatkan putusan MA itu seperti kakaknya memanfaatkan putusan MK untuk menjadi calon pemimpin.

"Syarat minimum usia dalam kontestasi kembali menjadi perhatian publik karena saat pilpres juga terjadi dan ini terstigma ke Gibran dan Kaesang. Kejadian ini akan membuka nalar publik dalam melihat kebijakan MA. Jika Kaesang Maju maka stigma ini akan berkutat kembali," kata dia.

Radis mewanti-wanti sentimen dinasti politik yang menjadi 'serangan' di Pilpres 2024 lalu terulang dalam kontestasi Pilgub pada Pilkada serentak 2024 ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi, bila kemudian Kaesang memilih maju di Pilgub Jakarta seperti yang beberapa waktu terakhir ramai diberitakan peluangnya.

"Serangan tentang dinasti juga mungkin muncul. Kemudian juga, stigma itu akan jadi bahwa aturan ini dibuat untuk si bungsu. Apakah ini emang sudah didesain sejak awal," kata peneliti politik dari Archy Strategy tersebut.

Di sisi lain, dia melihat bagaimana Kaesang bila maju di Pilgub Jakarta. Beberapa waktu lalu, dia sempat disandingkan dengan politikus Gerindra yang juga keponakan Prabowo, Budisatrio Djiwandono. Menurutnya, itu akan jadi tantangan sendiri bagi penantangnya di Pilgub DKI, karena Prabowo-Gibran menguasai suara pemilih di Jakarta pada Pilpres 2024.

Selain itu, dia menilai putusan MA itu bisa membuka ruang bagi para politisi muda lain yang mungkin usianya baru genap 30 saat pelantikan pemenang pilkada 2024 nanti.

"Lahir banyak politisi muda yang terbuka untuk maju karena lepasnya pembatasan usia. Regenerasi akan terbuka dan melahirkan poros muda memimpin negeri," kata Radis.

Putusan MA tak memberi kepastian hukum

Sementara itu, Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah 'Castro' berpendapat putusan MA ini justru tidak memberi kepastian hukum.

Ia mengatakan dalam putusan MA, batas usia yang digunakan sebagai syarat kepala daerah adalah sejak pelantikan calon terpilih.

Di sisi lain, baik dalam UU Pilkada maupun PKPU, tidak diatur kapan waktu pelantikan.

"Yang ada kan (waktu) penetapan pasangan calon, pertanyaannya kalau pelantikan itu kemudian dilakukan dua bulan, tiga bulan, empat bulan, bahkan kalau misal dilakukan setengah tahun kemudian, bukankah itu justru memberi ketidakpastian hukum?" kata Castro saat dihubungi.

"Dibandingkan kalau kemudian tafsir terhadap ketentuan usia berdasar apa yang diatur dalam PKPU, pada saat masa penetapan pasangan calon," imbuh dia.

Ia pun menduga putusan MA kali memang sama persis dengan putusan MK terkait usia capres-cawapres. Putusan MA ini memberi karpet merah bagi pencalonan Kaesang.

Namum terlepas dari itu, ia mengatakan perlu ada perubahan PKPU jika memang putusan MA itu nantinya ditindaklanjuti

"PKPU harus diubah terlebih dahulu. Begitu hukum administrasi negara bekerja," katanya.

Terpisah, Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (Pandekha) Fakultas Hukum UGM, Yance Arizona berpendapat pengadilan seharusnya membatasi diri untuk terlibat dalam proses politik elektoral.

Sebab, kata dia, hal itu akan menbuat pengadilan menjadi alat dan bagian dari strategi politik elektoral kelompok tertentu.

"Dari pengalaman pengadilan di Amerika, semestinya pengadilan menghindari diri untuk terlibat dalam proses pengujian peraturan yang akan mengubah aturan pemilu/pilkada. Hal ini disebut dengan the Purcell Principle," katanya.

Ia mengatakan jika memang ingin melakukan perubahan, seharusnya putusan tidak diberlakukan terhadap tahapan pemilu/pilkada yang sedang berlangsung, namun diterapkan untuk proses setelahnya.

"Dalam hal ini, putusan MK terkait dengan penghapusan/penurunan ambang batas parlemen sudah tepat karena tidak diberilakukan terhadap pemilu 2024, tetapi pemilu 2029," katanya.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda Teddy Gusnaidi mengakui partainya menggugat aturan batas minimal usia cagub 30 tahun supaya semua generasi muda bisa maju sebagai calon gubernur di Pilkada 2024.

Ia menekankan gugatan itu bukan semata untuk memuluskan Kaesang terjun Pilkada 2024.

"Untuk semua [generasi muda], bukan hanya Mas Kaesang," kata Teddy kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/5).

(yoa/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER