Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah Diwarnai Dissenting Opinion

CNN Indonesia
Senin, 03 Jun 2024 17:56 WIB
Putusan MA terkait batas usia calon kepala daerah yang belakangan buat gaduh ternyata diwarnai dissenting opinion hakim agung Cerah Bangun.
Satu Hakim Agung dissenting opinoin soal batas usia calon kepala daerah. (iStock/Pattanaphong Khuankaew)
Jakarta, CNN Indonesia --

Putusan perkara nomor: 23/P/HUM/2024 mengenai uji materi Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota ternyata diwarnai oleh pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim agung Cerah Bangun.

Dilansir dari laman Kepaniteraan MA, putusan lengkap perkara tersebut baru diunggah pada hari ini. Terdapat perbedaan dibandingkan dengan dokumen yang beberapa waktu lalu tersebar di kalangan wartawan yaitu mengenai perbedaan pendapat hakim agung Cerah Bangun terkait putusan batasan umur calon kepala daerah yang belakangan buat gaduh.

Objek uji materiel dalam perkara ini adalah Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 tentang Perubahan Keempat atas PKPU 3/2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerah Bangun selaku hakim anggota I menilai MA berwenang menguji apakah objek hak uji materiel bertentangan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-undang.

Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 tersebut tidak mengatur secara rinci dan/atau detail mengenai batas penghitungan usia untuk calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga untuk menjalankan UU 10/2016 tersebut, berdasarkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, KPU mengatur dengan PKPU 9/2020, khususnya Pasal 4 ayat (1) huruf d yang menyatakan: "berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon."

Menurut Cerah Bangun, frasa "terhitung sejak penetapan Pasangan Calon" adalah unsur-unsur ketentuan dalam Peraturan KPU a quo yang membedakan secara substantif antara objek hak uji materiel dan UU 10/2016 sehingga substansi objek hak uji materiel yang diuji adalah apakah frasa "terhitung sejak penetapan Pasangan Calon" bertentangan dengan UU 10/2016.

Yang menjadi pertimbangan hakim dalam melakukan uji materi adalah apa pokok pikiran dan bagaimana penalaran hukum secara filosofis, sosiologis, dan yuridis bagi KPU dalam penambahan frasa a quo dan apakah frasa a quo sejalan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan dapat dilaksanakan, efektivitas dan efisiensi, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.

"Menimbang, bahwa menurut hakim anggota I, frasa 'terhitung sejak penetapan Pasangan Calon' pada peraturan a quo justru diperlukan untuk melaksanakan dan/atau menyelenggarakan UU 10/2016 sehingga semakin jelas pokok pikiran, tujuan, dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien UU 10/2016 a quo," ucap hakim Cerah Bangun.

"Frasa tersebut tidak bertentangan dengan prinsip 'perlakuan yang sama di hadapan hukum', prinsip 'kesempatan yang sama dalam pemerintahan', dan prinsip 'jaminan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif'," sambungnya.

Cerah Bangun berpendapat pemenuhan hak atas persamaan perlakuan di hadapan hukum dan pemerintahan, dalam hubungannya dengan pengisian jabatan tertentu, bukan berarti meniadakan persyaratan dan/atau pembatasan-pembatasan yang secara rasional memang dibutuhkan oleh jabatan itu.

Menurut dia, limitasi waktu perlu dan harus dirumuskan dalam norma dan kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas. Pengaturan tersebut sejalan dengan ontologi, epistemologi, dan aksiologi hukum untuk mencapai tujuan hukum yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan;

"Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut, hakim anggota I berpendapat, bahwa norma objek hak uji materiel tidak bertentangan dengan UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang," ungkap Cerah Bangun.

"Menimbang, bahwa dengan demikian hakim anggota I berpendapat dalil-dalil pemohon tidak beralasan dan permohonan pemohon patut ditolak," lanjut dia.

Dalam pertimbangan majelis hakim, oleh karena terdapat pendapat yang berbeda dalam dan telah diusahakan musyawarah dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, sesuai dengan Pasal 30 ayat (3) UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU 5/2004 dan perubahan kedua dengan UU 3/2009, maka majelis hakim memutus dengan suara terbanyak.

"Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, maka ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016," ucap hakim dalam keputusannya.

Dua hakim agung lain yang mengabulkan permohonan Partai Garuda adalah ketua majelis Yulius dan hakim anggota II Yodi Martono Wahyunadi.

(ryn/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER