KPU dan Mendagri Diminta Buat Aturan soal Bansos Jelang Pilkada 2024
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mendesak KPU dan menteri dalam negeri membuat aturan untuk mengurangi potensi penyalahgunaan bansos di Pilkada 2024.
Menurut Titi, peraturan KPU (PKPU) atau peraturan mendagri (permendagri) perlu memuat aturan bahwa distribusi bansos yang dilakukan berdekatan atau dalam waktu tahapan pilkada tidak boleh dilakukan pejabat publik berlatar belakang politik.
"Tidak boleh dilakukan simbolisasi penyerahan atau penggunaan simbol-simbol personal yang bisa memberi insentif elektoral," kata Titi dalam diskusi bertajuk 'Pilkada Damai 2024: Membangun Pilkada Sukses, Aman, Partisipatif', Rabu (5/6).
Titi berpendapat distribusi bansos harus menggunakan jalur formal. Dia juga tidak setuju jika distribusi bansos digelar dengan seremoni berlebihan. Terutama, jika melibatkan petahana atau pejabat publik yang berlatarbelakang politikus.
Selain itu, Titi juga ingin aturan yang dibuat KPU/Kemendagri nantinya memuat secara spesifik larangan penggunaan simbol petahana, baik dalam iklan di televisi maupun baliho.
"Pengaturan dalam Peraturan KPU dan/atau Permendagri berupa pelarangan penggunaan simbol-simbol petahana yang akan/maju di pilkada dalam program-program pemerintah dan iklan layanan masyarakat yang bisa memberi insentif elektoral," kata dia.
Pembagian bansos di Pemilu 2024 sempat menjadi pembahasan saat sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang, MK mengingatkan agar aturan pembagian bansos yang berhimpitan dengan Pemilu dapat diatur sehingga tidak menjadi masalah yang sama di kemudian hari.
"Penting bagi Mahkamah untuk menegaskan dalam rangka perbaikan tata kelola penyaluran bansos ke depan, khususnya penyaluran bansos yang berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu perlu diatur secara jelas menyangkut tata cara penyaluran, baik waktu, tempat, maupun pihak-pihak yang dapat menyalurkannya, sehingga tidak ditengarai sebagai tindakan yang dapat dimaknai sebagai bantuan bagi kepentingan elektoral tertentu," terang Mahkamah.
Mahkamah menyebut klaim bansos dan tindakan lainnya yang semacam charity tidak dengan selayaknya diklaim sebagai bantuan personal. Paalnya, bantuan tersebut bersumber dari APBN yang tidak lain dan tidak bukan adalah kekayaan milik seluruh rakyat Indonesia.