Masyarakat Adat di Sorong Selatan Terima SK Pengakuan Wilayah Adat

CNN Indonesia
Kamis, 06 Jun 2024 20:16 WIB
Sejumlah masyarakat adat di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, mendapat pengakuan atas wilayah adat mereka dari Pemkab.
Masyarakat dari Suku Yaben Simora berjalan menuju lokasi pemetaan di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, 26 April 2023. (Dok.Konservasi Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, resmi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati tentang pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan wilayah adat kepada empat sub-suku yang bernaung di wilayah Distrik Konda, Sorong Selatan, hari ini.

Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli dalam sambutan yang diwakili Sekretaris Daerah Dance Nauw, memberikan SK tersebut secara langsung kepada perwakilan masyarakat adat di distrik Konda yang terdiri dari sub-suku Gemna dengan wilayah adat tiga keret (Orot, Tanogo & Segeit) seluas 4.960,828 hektare; sub-suku Nakna dengan wilayah adat seluas 4.674,579 hektare; sub-suku Yaben seluas 27.399,432 hektare; dan juga sub-suku Afsya seluas 3.307,717 hektare.

"Pengakuan ini adalah bentuk penghormatan atas segala usaha dan kearifan lokal yang telah dijaga dan dilestarikan secara turun temurun," ujar Dance saat membuka acara penyerahan SK Bupati untuk Masyarakat Hukum Adat Sorong Selatan.

Dia menambahkan pengakuan melalui SK ini menunjukkan kepada masyarakat dan pemerintah pusat bahwa komitmen untuk melindungi lingkungan serta memastikan martabat dan kesejahteraan masyarakat adat telah berjalan beriringan.

Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan pun berharap dengan pengakuan ini, semangat gotong royong dan kebersamaan dalam mengelola wilayah adat demi kesejahteraan bersama akan semakin terjalin dengan lebih kuat.

Lihat Juga :

Pengesahan wilayah hutan adat di Distrik Konda mencapai 40.282,556 hektare yang diserahkan kepada dua suku besar yaitu Tehit dan Yaben melalui pendampingan Konservasi Indonesia (KI). Dalam acara ini, SK juga diberikan untuk masyarakat hukum adat Knasaimos, dengan wilayah adat seluas 97.441 hektere di distrik Saifi dan Seremuk, yang selama ini didampingi LSM Greenpeace Indonesia dan Bentara Papua.

Program Director Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, menyebut pemetaan tidak hanya untuk pengakuan, perlindungan, dan penghormatan, namun juga memiliki peran besar untuk generasi selanjutnya dari masing-masing sub-suku yang berdiam di Konda.

Nikolas Mondar, perwakilan dari masyarakat sub-suku Nakna yang hadir dalam kegiatan hari ini mengaku sangat bersyukur dengan dikeluarkannya SK Bupati untuk Distrik Konda.

Nikolas menambahkan keterlibatan LSM seperti KI dirasa sangat membantu untuk memahami pengelolaan hutan adat dengan lebih baik.

Sementara itu Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Knasaimos Fredrik Sagisolo mengungkapkan pengakuan wilayah adat sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan keberlangsungan hidup masyarakat adat.

"Tanah ini sejak dahulu milik kami, hak kesulungan kami, diwariskan oleh para leluhur, dan akan menjadi masa depan anak-cucu kami. Namun, pengakuan wilayah adat penting untuk memberikan kepastian hukum bagi kami masyarakat adat," kata Fredrik Sagisolo.

Berdasarkan catatan Greenpeace Indonesia, dalam dua dekade terakhir masyarakat Knasaimos telah berjuang untuk melindungi tanah dan hutan adat dari eksploitasi pihak luar.

Ketika pembalak kayu merbau dan perusahaan sawit menyasar wilayah mereka, orang Knasaimos gigih menolak. Beberapa bentuk kegigihan perjuangan Knasaimos antara lain melalui pemetaan wilayah adat, mengolah sagu untuk dijual sebagai wujud kemandirian dari sisi pangan dan ekonomi, hingga mendaftarkan pengakuan wilayah adat ke Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan-yang keputusannya diperoleh pada hari ini.

Juru Kampanye Hutan Papua Greenpeace Indonesia Amos Sumbung menambahkan cerita Knasaimos ini menunjukkan masyarakat adat masih harus berjuang keras agar hak-hak mereka diakui dan dihormati.

"Masyarakat Adat Knasaimos saat ini menikmati hasil perjuangan panjang mereka, tetapi masih banyak masyarakat adat lainnya di Tanah Papua dan di seluruh Tanah Air, yang telah kehilangan tanah, hutan, dan keanekaragaman hayati mereka secara permanen karena pemerintah menyerahkannya untuk kepentingan perusahaan," kata Amos Sumbung.

(tim/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER