Walhi Desak Bebaskan Petani Pakel, Polresta Banyuwangi Buka Suara
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mendesak Polresta Banyuwangi membebaskan seorang petani dari Desa Pakel, Kecamatan Licin bernama Muhriyono yang ditangkap pada Minggu (9/6) malam.
Direktur Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan mengatakan sejak ditangkap pada Minggu malam, keberadaan Muhriyono tidak diketahui.
Ia menyebut keluarga, warga dan pendamping baru mengetahui keberadaan Muhriyono pada Senin (10/6) siang.
Wahyu mengatakan saat itu status Muhriyono tiba-tiba berubah dari saksi menjadi tersangka. Petani Pakel itu disangkakan melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP.
"Kami meminta kepolisian untuk tidak melakukan hal semena-mena dan tentu segera membebaskan Pak Muhriyono," kata Wahyu di Kantor Walhi, Jakarta Selatan, Selasa (11/6).
Ia mengatakan nantinya Muhriyono bakal taat terhadap proses hukum dan tidak melarikan diri.
"Pak Muhriyono tidak akan kemana-mana, yang penting segera dibebaskan. Beliau bukan orang berbahaya seperti yang diimajinasikan Polresta Banyuwangi," ujarnya.
Walhi pun meminta Mabes Polri untuk turun tangan mengevaluasi kinerja Polda Jawa Timur dan Polresta Banyuwangi terkait kasus itu.
Selain itu, pemerintah diminta turun untuk menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi di Pakel, antara warga desa dengan perusahaan di wilayah itu.
"Kami berharap dari ATR/BPN, kami minta segera menindaklanjuti hasil audiensi, kita pernah audiensi harus segera ditindaklanjuti soal upaya penyelesaian konflik ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Advokasi Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Edy Kurniawan menjelaskan laporan terhadap kasus yang disangkakan kepada Muhriyono naik penyidikan pada akhir Mei.
Kemudian, pada 10 Juni, Muhriyono ditetapkan sebagai tersangka.
"Tanggal 10 Pak Muhriyono ditetapkan sebagai tersangka, dan tanggal 10 Juni pula dikeluarkan surat perintah penahanan. Di tanggal 10 juga keluar surat perintah penangkapan," kata Edy.
"Artinya di satu hari yang sama, ada tiga surat yang keluar secara bersamaan, surat perintah penahanan, surat perintah penangkapan dan surat penetapan sebagai tersangka," imbuh dia.
Edy mempersoalkan langkah anggota Polresta Banyuwangi yang menangkap Muhriyono pada Minggu (9/6), padahal, surat penangkapan dikeluarkan pada Senin (10/6).
Ia mengatakan tindakan polisi itu semena-mena dan tidak berdasar.
"Penangkapan Pak Muhriyono dilakukan tanggal 9. Sementara surat perintah penangkapan itu keluar tanggal 10. Artinya polisi melakukan tindakan tidak berdasar. Yang menjadi dasar adalah surat perintah penangkapan, tapi secara faktual tindakan lebih dulu dilakukan tanggal 9 malam, kemudian surat perintah penangkapan keluar tanggal 10," katanya.
Sebelumnya, Ketua Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) Harun mengatakan Muhriyono ditangkap di rumahnya saat ia sedang makan malam sepulang menggarap lahan, Minggu malam.
"Sekira jam 19.30 WIB, tiba-tiba rumah Pak Muhriyono dimasuki lima orang tak dikenal (OTK), beberapa OTK lainnya mengepung rumah Muhriyono," kata Harus melalui keterangannya, Minggu.
Harun mengatakan sekitar 15 orang mendatangi rumah Muhriyono dengan menggunakan tiga mobil.
Menurut keterangan keluarga, dari lima OTK yang menerobos masuk rumah Muhriyono, satu orang di antaranya mengaku sebagai polisi, namun mereka tidak menjelaskan asal instansinya.
"Apakah dari Polsek Licin, Polresta Banyuwangi, atau kah Polda Jatim?" ucapnya.
OTK yang mengaku sebagai polisi itu sempat menunjukkan kertas, tapi tanpa sedikit pun memberi kesempatan yang cukup bagi Muhriyono untuk membacanya.
"Dia tiba-tiba digiring keluar rumah, lalu dimasukkan ke dalam mobil," kata Harun.
Kapolresta Banyuwangi Kombes Nanang Haryanto membenarkan pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap Muhriyono.
"Seorang kepala kepolisian apalagi di bidang reserse melakukan penangkapan berarti dua alat bukti sudah cukup," kata Nanang saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com.
Nanang mengatakan Muhriyono ditangkap lantaran dia diduga terlibat aksi pemukulan dan pengeroyokan terhadap sekuriti PT Bumisari Maju Sukses.
Namun, ia tak menjelaskan detail kapan dan di mana peristiwa itu terjadi.
"Jadi yang bersangkutan itu melakukan pemukulan, melakukan pengeroyokan, bahkan ada yang membacok orang yang ada di situ, terhadap orang atau sekuriti di sana, itu dilakukan oleh tiga orang," ucapnya.
Nanang mengatakan kasus ini berkaitan dengan konflik pertanahan yang terjadi di Pakel, antara warga desa dengan perusahaan PT Bumisari sejak 2018.
(yoa/isn)