Pemanfaatan kratom era modern meluas ke dunia Barat pada 1960-an, ketika perang meletus di Vietnam akibat agresi militer Amerika Serikat. Pada dekade itu pula gerakan Hippie tengah menjadi tren gerakan sosial kalangan muda sebagai wujud perlawanan atau protes terhadap perang.
Para tentara AS menggunakan kratom selama berperang di Vietnam sebagai suntikan penambah energi sekaligus pereda nyeri. Mereka memanfaatkannya dengan memetik daun kratom yang tumbuh liar di belantara hutan Vietnam, lalu mengunyahnya mentah-mentah.
Mereka tahu khasiat kratom itu dari etnis Hmong yang sudah hidup ratusan tahun dengan tanaman itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
American Kratom Association (AKA) pun mencatat impor pertama kratom dari Asia Tenggara terjadi setelah perang Vietnam, ketika banyak tentara AS pulang dari medan tempur.
"Dari situ, popularitasnya meningkat, terutama ketika imigrasi suku Hmong ke Amerika Serikat meningkat secara drastis setelah era 1970-an itu, dan suku Hmong telah menggunakan kratom dalam diet dan praktik keagamaan mereka selama berabad-abad," kata Anggota Senior di Public Policy American Kratom Association (AKA) Mac Haddow kepada CNNIndonesia.com.
Penggunaan kratom pun sejak itu meluas ke beberapa negara di Eropa, seperti Ceko, Belanda, Jerman, Austria, dan Belgia dalam dua dekade terakhir.
AKA mencatat kini sekitar 15 juta penduduk AS mengonsumsi kratom dalam bentuk serbuk atau bubuk dari daun murni hasil impor yang telah dihaluskan sebelumnya. Produk yang dijual ke konsumen beragam, mulai dari kapsul obat hingga kemasan serbuk yang telah dicampur perasa.
Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan oleh para ilmuwan, sepertiga dari 15 juta konsumen di AS menggunakan kratom sebagai pengganti secangkir kopi lantaran punya efek yang lebih baik dalam memberikan energi dan meningkatkan fokus.
Pada takaran saji yang lebih tinggi, sepertiga konsumen lainnya menggunakan kratom untuk mengurangi gejala kecemasan dan perasaan depresi. Selebihnya, pengguna di AS menggunakan kratom untuk menggantikan obat-obatan yang sangat adiktif dalam perawatan nyeri akut dan kronis.
Lihat Juga : |
"Mereka merupakan sub-kelompok dari kategori yang menggunakan kratom untuk berhenti dari pengaruh obat-obatan berbahaya, yang merupakan bagian dari wabah overdosis obat, yang dialami di Amerika Serikat dan di seluruh dunia," ujar Mac.
Mac mengatakan kratom yang diimpor oleh AS saat ini mayoritas berasal dari Indonesia. Ia mengakui kratom Indonesia memiliki kualitas baik. Popularitas kratom di AS pun sejak itu terus meningkat.
"Anda juga bisa banyak melihat Mom and Pop Deli [red: mini market] yang mulai mengimpor kratom dari Asia Tenggara dan Indonesia khususnya ke Amerika Serikat, dan popularitasnya kian bertumbuh," kata Mac.
![]() Mac Haddow, Anggota senior American Kratom Association (AKA). |
Peneliti Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri) Firhan Noviandri mengatakan kratom yang diekspor ke beberapa negara, terutama Amerika Serikat (AS) dimanfaatkan sebagai pain relieve, obat relaksan, energy booster, bahkan ada beberapa yang menggunakannya untuk mengobati ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang.
"Dengan catatan, tanpa efek samping keberlanjutan penggunaan mereka terhadap kratom, menyebabkan mereka beralih atau berganti menjadi ketergantungan kratom, tanpa ada indikasi seperti itu," katanya kepada CNNIndonesia.com di Pontianak.
Firhan juga seorang dosen di Departemen Biokimia & Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Sejak 2021, dirinya bergabung di sebuah perusahaan ekspor kratom. Ia bertugas menguji kandungan mitraginin pada bubuk kratom yang dihasilkan sebelum dikirim ke negara lain.
Firhan menyebut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga sudah melakukan penelitian terkait kandungan mitraginin pada kratom.
Lihat Juga : |
"Yang di BRIN terakhir mengatakan pada dosis 5, 10, 20 dan ditingkatkan. Pada dosis 5 dan dosis 10 miligram ekstrak alkaloid ataupun mitraginin itu memberikan efek analgesik yang baik, lebih baik daripada morfin," ujarnya.
"Lebih baik daripada morfin pada durability-nya dan sustainability-nya. Namun apabila ditingkatkan lagi, ada potensi dia memiliki efek yang sama dengan morfin, tapi bukan dari sisi analgesiknya, tapi dari sisi ketergantungannya," kata Firhan menambahkan.