LIPUTAN KHUSUS

Sengkarut Bisnis Kratom Tanpa Payung Hukum

Feri Agus Setyawan | CNN Indonesia
Selasa, 09 Jul 2024 12:28 WIB
Petani dan penjual kratom mengeluhkan pengalaman buruk berbisnis daun tersebut, mulai dari ketidakjelasan aturan jual-beli hingga kerugian miliaran rupiah. (CNN Indonesia/Hamka Winovan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sunarto, pengepul asal Putussibau, Kapuas Hulu punya pengalaman buruk berbisnis kratom. Ia terjun merambah niaga komoditas itu pada pertengahan 2019. Sunarto yang kini berusia 64 tahun merupakan seorang pensiunan pegawai negeri sipil.

Sunarto punya tim sekitar 30 orang. Ia biasa jemput bola, menerima panggilan dari para petani yang memiliki kebun kratom untuk dipanen.

Sunarto mengambil daun itu dari daerah sekitar Putussibau, seperti Kedamin Hulu, Kampung Jati, Siut, Melapi, hingga Ekotambeh.

Di samping rumahnya terdapat tempat pengolahan kratom, mulai dari penjemuran, penggilingan menjadi remahan, hingga sterilisasi untuk menghilangkan bakteri dan cemaran logam berat. Setelah diolah, ia menjualnya ke eksportir yang berada di Pontianak.

Sunarto bisa menampung 1 sampai 3 ton daun basah dalam satu hari pada awal usahanya. Bahkan, ia sampai mengolah daun kratom di tempat anaknya karena tempat penjemuran di rumahnya tak cukup untuk menampung gunungan daun tersebut.

Baru setahun menjalankan usahanya, Sunarto mendapat masalah. Produk kratom yang ia kirim tak dibayar oleh pembeli di AS. Volume pengiriman saat itu tak main-main, mencapai 30 ton. Ia sudah berbicara dengan eksportir yang mengambil produk darinya, namun tak ada kejelasan dari si pembeli. Sudah empat tahun berlalu, tak ada kabar dan kejelasan soal produk kratomnya itu.

"Kalau dinilai itu ya di atas 1 M (miliar rupiah) sudah pasti," kata Sunarto di rumahnya, awal Desember 2023.

"Saya sekarang sudah berusaha ikhlas, itu yang penting supaya tidak menimbulkan penyakit. Karena menurut saya kalau dalam proyek itu selalu ada force majeure yang tak terduga," ujarnya.

Sunarto menduga masalah yang menimpanya ini karena pembayaran memakai sistem cash on delivery (COD). Menurutnya, sebelum 2017, para pembeli di AS berani membayar di awal atau menitipkan uang ke eksportir. Namun, saat ini banyak pembeli luar negeri yang tak mau membayar uang di muka karena merasa ditipu dengan kualitas produk kiriman.

"Sekarang juga sama. Barang kita sudah terkirim kadang-kadang duit tersendat-sendat atau tahu-tahu disebut tidak sesuai dengan mutu, nah di-blacklist atau di apa istilahnya kan, jadi itu ya, banyak faktor, (salah satunya) kepercayaan," katanya.

Foto: (CNN Indonesia/Hamka Winovan)
Sunarto, pengepul kratom asal Putussibau, Kapuas Hulu punya pengalaman buruk berbisnis kratom. Ia terjun merambah niaga komoditas itu pada pertengahan 2019.

Terlepas dari pengalaman pahitnya, Sunarto tetap menjual daun remahan kratom ke pihak yang bisa dipercaya. Jumlahnya juga tak sebanyak sebelumnya, hanya di bawah 1 ton. Ia memasok ke dua eksportir di Pontianak dengan harga Rp35 ribu sampai Rp45 ribu per kg.

Sunarto menjamin produksi daun kratomnya berkualitas premium. Ia memberikan garansi, jika daun olahannya tercemar, maka tak masalah barang tersebut dikembalikan oleh pembeli di Pontianak. Sejauh ini Sunarto tak mendapati pembayaran tersendat seperti sebelumnya.

Namun harga daun kratom di petani kini sedang anjlok. Kata Sunarto, harga daun remahan kini berkisar Rp11 ribu sampai Rp12 ribu per kg. Padahal pada awal 2022, harga remahan kratom masih di angka Rp28 ribu sampai Rp30 ribu per kg.

Kondisi tersebut terbilang pelik karena anjloknya nilai jual kratom terbilang sangat memukul pebisnis, terutama petani. Sunarto pun berharap pemerintah turun tangan mengatasi masalah penjualan hingga ekspor kratom agar bisa kembali stabil dengan nilai jual tinggi.

"Kami meminta kejelasan, di sini pemerintah itu antara hadir dan tidak ya. Karena ya mohon maaf, ini ada bahasa kan abu-abu ya, tidak diizinkan juga tidak dilegalkan. Jadi biar ada kepastian, karena kratom sangat membantu ekonomi terutama masyarakat Kapuas Hulu," ujarnya.

Foto: (CNN Indonesia/Hamka Winovan)
Ketua Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri) Ibrahim mengakui harga daun kratom sedang anjlok di tingkat petani.

Ketua Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri) Ibrahim mengakui harga daun kratom sedang anjlok di tingkat petani. Menurutnya, harga daun remahan di wilayah Kecamatan Jongkong, Kapuas Hulu, saat ini berkisar Rp15.000 sampai Rp17.000 per kg.

"Kalau dulu sebelum bulan Maret (2023) itu masih 35, 37, malah sampai 40 ribu rupiah per kilo," kata Ibrahim.

Ibrahim merupakan petani sekaligus pengepul daun kratom. Ia memiliki pabrik pengolahan di dekat rumahnya di Desa Jongkong Kiri Hulu. Pabriknya berfungsi untuk penjemuran daun basah, produksi remahan hingga penggilingan menjadi bubuk.

Mesin gilingnya bisa memproduksi sampai 1 ton dalam sehari. Ia juga memiliki mesin untuk mengeringkan daun yang beroperasi ketika musim hujan karena sinar matahari minim.

"Kita terus terang untuk menampung di seputaran Jongkong, ini ada beberapa kawan yang bisa bantu menampung dari hasil petani. Sehingga saya juga menampung, kemudian ada beberapa petani," ujarnya.

Ibrahim menilai jatuhnya harga remahan daun kratom karena belum ada kejelasan tentang legalitas tanaman tersebut. Selain itu, muncul isu bubuk kratom yang diekspor bermasalah karena diduga dicampur dengan daun lain atau tepung. Pensiunan PNS itu membantah tudingan produk kratom yang diekspor dicampur dengan daun-daun lain ataupun tepung terigu.

Ia menyebut pohon kratom sangat melimpah di Kapuas Hulu, sehingga tak mungkin barang ekspor itu dicampur dengan bahan lain. Di sisi lain kratom telah menjadi mata pencarian utama masyarakat Kalimantan Barat. Menurutnya, pemerintah harus turun tangan agar harga bisa stabil dan petani tak merugi.

"Sehingga campur tangan pihak pemerintah untuk ngatur ini belum ada. Jadi hanya sebatas setaunya kita saja, dari sisi pekerjaan, pengolahan, dan sebagainya," katanya.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Harga Tak Stabil Tanpa Regulasi Tata Niaga


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :