Sementara itu, Arief Eka Riyanto selaku Ketua Tim Pengawasan Ditjen Imigrasi mengatakan 103 WNA datang ke Indonesia menggunakan visa Izin tinggal terbatas (Itas) dan visa kunjungan (ITK) dan visa on arrival (VoA).
Mereka kemudian disebut berkegiatan di Indonesia cukup lama dan berpindah-pindah tempat sehingga sulit dideteksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beruntungnya kami pada saat penggerebekan kami dibantu tim dari Bais TNI untuk memantau kegiatan mereka. Dan ada kecurigaan dari kepala lingkungan yang menyampaikan kepada teman-teman di intelijen terkait dengan identitas mereka yang tidak seusai," ungkap Arief.
Sedangkan vila yang ditempati WNA itu milik warga Indonesia atau warga lokal. Vila-nya cukup luas terdiri dari beberapa kamar dan tiga lantai dan bahkan ada rubanah.
"Jadi bisa menampung mereka. Kegiatan mereka saat kami melakukan pengamanan mereka beraktivitas duduk di satu ruangan secara bersamaan dengan menggunakan alat bukti ITE," ujarnya.
Kemudian, terkait otak atau pentolan para WNA ini berada di luar negeri dan mereka bekerja secara remote working yang dikontrol dari luar negeri.
"Pentolan mereka bekerja secara remote dari luar menggunakan komunikasi by handphone," tuturnya.
"Untuk kedatangan mereka bervariasi tidak secara bergerombol, tidak secara masif datang ke Indonesia, tapi satu per satu atau kelompok-kelompok kecil mungkin 3 atau 5 orang dari berbagai airport di Indonesia."
"Mereka datang secara bertahap dari 2023 dan 2024, untuk visa-nya masih berlaku sampai saat ini," ujarnya.
(kdf/chri)