Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai strategi yang harus dilakukan PDIP saat ini adalah mengulang kesuksesan Pilgub Jakarta 2012. Kala itu, PDIP mengusung Jokowi dan Ahok melawan Gubernur petahana Fauzi Bowo.
Adib menyebut PDIP harus mencari sosok yang tidak jauh berbeda dengan kedua tokoh itu. Ia meyakini, masyarakat Jakarta membutuhkan sosok yang merakyat dan membawa perubahan.
"Manuver realistis bagi PDIP adalah bagaimana mengulang kesuksesan Jokowi-Ahok di 2012. Bahwa simbol politik kerakyatan, simbol perubahan, simbol politik yang dapat digandrungi anak muda, itu menjadi sebuah solusi," kata Adib kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adib menyebut tokoh-tokoh dengan elektabilitas rendah akan sulit maju di Jakarta. Menurutnya butuh sosok sekaliber Anies dan RK untuk memenangkan kontestasi Pilkada Jakarta.
"Sebab Jakarta itu adalah episentrum politik nasional sampai saat ini," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Adib menilai sebaiknya PDIP berkoalisi dengan PKB-PKS hingga Golkar. Menurutnya hanya Golkar partai di KIM yang masih berpeluang untuk berkoalisi dengan PDIP.
Namun di sisi lain, Adib juga berpendapat Anies masih susah diterima oleh seluruh kader PDIP. Namun peluang-peluang itu menurutnya masih sangat cair.
"Kalau menggaet Pak Anies menurut saya masih seperti menyiram air di internal PDIP, enggak sama bos," kata dia.
Lebih lanjut, Adib juga beranggapan PDIP masih susah untuk berdamai dengan koalisi atau partai yang masih bertalian dengan Presiden Jokowi. Menurutnya, PDIP akan mengusung sosok yang menjadi antitesis Jokowi atau KIM.
Namun PDIP menurutnya tetap bisa terbuka dengan parpol di KIM lainnya seperti Gerindra, dengan syarat apabila mereka tidak mengusung trah Jokowi atau dalam kasus ini Kaesang Pangarep.
Di sisi lain, Adib menilai PDIP akan merugi apabila masih bertahan dengan sikapnya untuk berseberangan dengan Presiden Jokowi. Sebab hingga kini belum ada sosok atau kader dari internal PDIP yang moncer di Jakarta seperti Jokowi-Ahok dahulu.
"Menjadikan Jokowi sebagai musuh utama hari ini bagi PDIP merupakan sebuah kerugian, suka atau tidak bahwa Jokowi ini memiliki kepuasan publik tinggi yang harus dimaknai PDIP juga," ujar Adib.
(khr/gil)