Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyatakan pihaknya tidak menyimpan dendam atas peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan "Kudatuli".
Hanya saja, PDIP tidak akan pernah lupa atas kekerasan yang dilakukan rezim orde baru.
"Kami semua tidak dendam kepada peristiwa masa lalu, tidak. Kami tidak dendam. Tetapi kami tidak akan pernah lupa akan kasus kekerasan rezim orde baru yang otoriter yang mengintervensi dan menyerang kedaulatan partai yang sah yaitu PDIP," ujarnya di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (26/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djarot berharap Kudatuli tidak lagi terjadi pada pemerintahan yang akan datang. Ia menegaskan keadilan harus ditegakkan dan kebenaran harus disuarakan.
"Di dalam kasus pelanggaran HAM berat meskipun peristiwa penyerangan ini terjadi 28 tahun yang lalu tidak ada masa kedaluarsanya," ujarnya.
Ia mengatakan PDIP taat kepada hukum dan konstitusi. Namun, lanjut dia, pihaknya memiliki hak untuk mendapatkan keadilan yang hakiki.
Oleh karena itu, ia meminta agar pelaku Kudatuli bisa segera ditangkap dan diadili. Menurutnya, hal itu bisa memberikan rasa keadilan bagi bangsa Indonesia.
"Marilah dengan keberanian yang meluap luap kita tegakkan keadilan agar rezim orde baru yang otoriter tidak hadir kembali di kemudian hari dan tidak menjelma menjadi rezim neo otoriter. Neo otoriter ini yang kita harapkan tidak terjadi di masa yang akan datang," tutur Djarot.
Djarot pun menyampaikan terima kasih kepada massa PDIP yang telah melakukan aksi damai di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat dalam rangka menuntut agar peristiwa Kudatuli menjadi kasus pelanggaran HAM berat.
"Terima kasih Komnas HAM yang telah melakukan kajian dan kita berharap kajian itu segera selesai, sehingga bisa dibentuk satu tim penyelidikan karena peristiwa ini adalah pelanggaran HAM berat," katanya.
Peristiwa "Kudatuli" 27 Juli 1996 ditandai dengan penyerbuan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta. Peristiwa ini buntut dari dualisme yang terjadi di tubuh partai.
Saat itu, kantor DPP PDI yang dikendalikan oleh pendukung Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum berdasarkan hasil Kongres Surabaya 1993, diserbu oleh kelompok pendukung Soerjadi, Ketua Umum berdasarkan hasil Kongres Medan 1996. Soerjadi saat itu digunakan pemerintah Orde Baru untuk mendongkel Megawati.
Berdasarkan catatan awal Amnesty International sebanyak 206 hingga 241 orang ditangkap aparat keamanan setelah peristiwa Kudatuli. Lalu sedikitnya 90 orang luka-luka dan antara lima dan tujuh orang dilaporkan meninggal.
(lna/pmg)