Poin-poin Putusan MK soal Syarat dan Usia Calon Kepala Daerah

CNN Indonesia
Rabu, 21 Agu 2024 06:51 WIB
MK mengetok palu dua gugatan terkait Pilkada 2024 yaitu gugatan dengan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024, berikut rangkumannya.
Hakim Konstitusi Arsul Sani (tengah) membacakan putusan dalam sidang uji materi Undang-Undang Pilkada di Gedung MK. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) mengetok palu dua gugatan terkait Pilkada 2024 yaitu gugatan dengan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.

CNNIndonesia.com telah merangkum kedua putusan krusial itu, sebagaimana berikut:

Isi putusan

Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Lewat putusan itu, parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan cagub-cawagub dengan perolehan suara sah minimal 10 persen di Pemilu DPRD pada provinsi dengan DPT hingga 2 juta.

DPT dengan 2-6 juta minimal 8,5 persen. Lalu DPT dengan 6-12 juta minimal 7,5 persen. Serta DPT di atas 12 juta paling sedikit memperoleh 6,5 persen suara sah.

Sedangkan untuk pemilihan bupati/wali kota beserta wakilnya, parpol atau gabungan parpol dapat mendaftar dengan perolehan suara sah minimal 10 persen di Pemilu DPRD pada provinsi dengan DPT lebih dari 250 ribu jiwa.

Kemudian DPT dengan 250-500 ribu minimal 8,5 persen. Lalu DPT dengan 500 ribu hingga sejuta minimal 7,5 persen. Serta DPT di atas satu juta jiwa paling sedikit memperoleh 6,5 persen suara sah.

Sementara melalui putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menetapkan syarat usia cagub dan cawagub harus berumur 30 tahun saat penetapan calon.

Sosok penggugat

Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 para penggugat adalah Presiden Partai Buruh Said Iqbal dan Ketua Umum Partai Gelora Muhammad Anis Matta.

Sementara penggugat dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 adalah Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A Fahrur Rozi dan Mahasiswa Podomoro University Anthony Lee.

Ada concurring hingga dissenting opinion

Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 terdapat alasan berbeda dari Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh mengajukan alasan berbeda (concurring opinion) dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).

"Yang pada pokoknya yang concurring berpendapat bahwa seharusnya Mahkamah memutus perkara a quo dengan konstitusional bersyarat sementara yang dissenting terhadap norma yang dilakukan pengujian telah konstitusional dan seharusnya Mahkamah menolak permohonan para Pemohon," ujar Ketua MK Suhartoyo.

Mutatis Mutandis

Di sisi lain, Mahkamah juga membacakan putusan terhadap Perkara Nomor 41/PUU-XXII/2024, 88/PUU-XXII/2024, 89/PUU-XXII/2024, 90/PUU-XXII/2024, dan 99/PUU-XXII/2024 secara sekaligus. Mahkamah pun menolak lima permohonan tersebut yang juga menguji Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada terkait syarat usia minimum calon kepala daerah.

Ketua MK Suhartoyo menuturkan, isu konstitusional terhadap perkara-perkara tersebut pada pokoknya adalah sama dengan Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang telah diucapkan dalam putusan sebelumnya dengan amar menolak permohonan pemohon.

Oleh karena itu, pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 secara mutatis mutandis berlaku pula sebagai pertimbangan hukum dalam menilai konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 yang dimohonkan pemohon tersebut di atas.

Dalam hal ini, sebagaimana pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, Mahkamah memaknai titik atau batas untuk menentukan syarat usia minimum dimaksud telah secara tegas sebagaimana telah dipertimbangkan dalam Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.



Tak Ikuti Pertimbangan MK, Tidak Sah

Di samping itu, Hakim MA Saldi Isra  menegaskan, dalam posisi sebagai penyelenggara, bilamana KPU memerlukan peraturan teknis untuk menyelenggarakan materi dalam norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016, peraturan teknis dimaksud dibuat sesuai dengan materi dalam norma a quo.

Tidak hanya itu, sesuai dengan prinsip erga omnes, pertimbangan hukum dan pemaknaan Mahkamah terhadap norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 mengikat semua penyelenggara, kontestan pemilihan, dan semua warga negara.

"Dengan demikian, jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah," jelas Saldi.

Disebut berlaku untuk Pilkada 2024

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati memastikan putusan MK soal ambang batas perolehan suara parpol untuk mengusung kandidat di Pilkada yang didasarkan pada hitungan komposisi DPT langsung berlaku di Pilkada 2024 ini.

Ia mengatakan jika putusan ini tak diterapkan pada Pilkada 2024, maka bisa menimbulkan persoalan hukum ke depannya.

Senada, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini juga mengatakan putusan ini berlaku untuk Pilkada 2024. Pasalnya, ia menilai putusan MK ini tidak menyebutkan penundaan waktu keberlakuannya.

Titi lantas meminta supaya KPU tak menafsirkan sendiri putusan ini akan berlaku di tahun 2029. Sebab, putusan ini memiliki kesamaan karakter dengan putusan MK Nomor 90 tahun 2023 soal syarat usia capres yang digunakan tiket pencalonan Gibran.

(khr/isn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER