Gus Dur terpilih jadi presiden dalam proses pemilihan yang kala itu masih dilakukan di MPR.
Awalnya, setelah Habibie lengser, putri Sukarno, Megawati Soekarnoputri sekaligus ketua umum parpol pemenang pemilu 1999 santer digadang sebagai calon presiden.
Isu itu menciptakan gejolak penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Sehingga sejumlah tokoh dan Partai Politik bergegas membentuk poros tengah untuk menengahi situasi rawan konflik itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka pun mencalonkan Pendiri PKB Gus Dur sebagai capres. Hasilnya, Gus Dur yang berstatus 'underdog' keluar terpilih sebagai Presiden RI ke-4, dengan mengantongi 373 suara, mengungguli Megawati yang hanya mendapat 313 suara.
Megawati kemudian menjadi wakil Gus Dur setelah mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
Selama masa kepemimpinannya yang juga singkat, Gus Dur dianggap melahirkan sejumlah kebijakan yang penting. Mulai dari rekonsiliasi keturunan Tionghoa, pro buruh, hingga reformasi tubuh militer Indonesia.
Namun, masa kepemimpinannya harus berakhir ketika beberapa masalah memuncak. Sejumlah pengamat menilai manuver-manuver Gus Dur terlalu berani dalam upaya mereformasi tubuh militer. Belum lagi embusan isu Buloggate dan Bruneigate yang dituduhkan pada Gus Dur.
Setumpuk persoalan itu mencapai titik kulminasinya pada 23 Juli 2001 saat sidang Istimewa digelar. Dini hari sebelumnya, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden yang salah satunya berisi kebijakan membekukan parlemen yang tidak mendapat dukungan.
Gus Dur yang tidak hadir dalam sidang itu, dipereteli kekuasaannya dan dimakzulkan dari kursi Presiden RI.
Dimakzulkan pada 23 Juli, Gus Dur tak langsung beranjak dari Istana meski beberapa hari kemudian ia memilih meninggalkan Istana Kepresidenan, tempat yang didiaminya selama 21 bulan terakhir.
Megawati Setiawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden RI ke-5 sejak 23 Juli 2001 sampai dengan 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan satu-satunya sejauh ini.
Megawati terpilih sebagai Presiden tak berselang lama usai MPR memakzulkan Gus Dur melalui Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2001. Pada masa pemerintahan Megawati, Indonesia masih menghadapi berbagai krisis di beberapa bidang, terutama ekonomi.
Pada 2003, Megawati tercatat mengakhiri hubungan kerja sama dengan program reformasi, International Monetary Fund (IMF). Megawati pada kepemimpinannya juga membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di masa kepemimpinannya juga pemilihan presiden langsung oleh rakyat digelar. Mega kembali maju saat itu berpasangan dengan Hasyim Muzadi. Empat pasangan calon lain yang berlaga adalah: Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Mega-Hasyim yang melaju ke putaran kedua harus mengakui keunggulan SBY-JK.
Mega harus menyerahkan tampuk kepemimpinan ke SBY.
Lihat Juga :![]() SELUSUR POLITIK Jejak Kontroversi Cak Imin vs Gus Dur di Konflik PKB 2008 |
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan Presiden ke-6 Indonesia yang menjabat dalam dua periode. SBY merupakan Presiden pertama di era Reformasi yang terpilih melalui Pemilu secara langsung.
Selama satu dekade kepemimpinannya, SBY dinilai mampu menjaga stabilitas politik dan penegakan hukum berjalan dengan baik sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Namun demikian, dalam bidang penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia, subsidi BBM dan hubungan politik luar negeri dianggap belum optimal dan bahkan mengalami stagnasi.
Di sisi lain, selama pemerintahannya, banyak kasus kontroversial yang terjadi, mulai dari isu Bank Century hingga kriminalisasi KPK. SBY lengser pada 19 Oktober 2014 dengan dilantiknya Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin Indonesia selanjutnya.
Sebelum lengser, SBY banyak menghabiskan waktu berkantor di Istana Negara. Namun sepekan sebelum lengser, ia memberikan 68 tanda kehormatan bagi individu yang dianggap berjasa untuk negara. SBY lengser tanpa ada gejolak berarti.
Joko Widodo alias Jokowi menjabat sebagai Presiden RI ketujuh sejak 20 Oktober 2014. Jokowi kemudian maju lagi di Pilpres 2019 dan menang, jabatannya akan berakhir pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Selama masa jabatannya, Jokowi dikenal banyak membangun infrastruktur terutama jalan tol. Ia juga memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Indonesia ke Kalimantan Timur. Namun beberapa kebijakannya juga banyak mendapat kritik terutama di periode kedua.
Di antaranya, melemahkan KPK, pengesahan UU Cipta Kerja hingga Minerba, dugaan cawe-cawe pada Pilpres 2024, dianggap melanggengkan politik dinasti usai keluarga intinya banyak yang menduduki jabatan strategis. Hingga kebijakan-kebijakan yang dinilai menekan rakyat bawah.
Saat ini, Jokowi memilih menghabiskan masa kerjanya yang kurang dari 40 hari untuk berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun ia tidak berkantor sepenuhnya. Jokowi akan tetap melakukan kunjungan kerja sebagaimana hal yang ia lakukan saat di Istana Negara Jakarta.
Dua bulan sebelum purnatugas, Jokowi mendapat sorotan karena sejumlah peristiwa. Mulai dari dugaan gratifikasi terhadap Kaesang Pangarep, kasus Blok Medan yang menerpa menantunya Bobby Nasution hingga akun Fufufafa yang disebut dimiliki Gibran.
Berbagai elemen masyarakat bahkan turun ke jalan untuk memprotes keputusan DPR yang dianggap melawan putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah. Sikap DPR itu dianggap publik akan memuluskan langkah Kaesang untuk maju di Pilkada 2024.
(dal/khr/dal)