Calon Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil (RK) mengungkap alasannya bertanya soal Pandemi Covid-19 kepada calon gubernur Dharma Pongrekun dalam debat Pilgub Jakarta 2024.
RK mengatakan alasannya bertanya bukan untuk mengetahui soal kepercayaan Dharma terhadap Pandemi Covi-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ia bertanya karena ingin tahu sikap Dharma jika menjadi gubernur dan ada perbedaan pandangan dengan pemerintah pusat.
"Ketika pemerintah pusat sudah bilang A, walaupun kita merasa B, itu kewajiban undang-undang kita untuk mengikuti ketok palu A. Itulah hubungan sesuai undang-undang ketatanegaraan," kata RK usai debat, Minggu (6/10) malam.
"Itu poinnya di sana, bukan tentang percaya Covid atau tidak percaya Covid. Tapi bagaimana menyikapi kalau datang lagi beda pendapat, sementara undang-undang mengatakan yang mana gubernur harus menurut ke presiden," imbuh dia.
Dalam debat, Dharma mengatakan bahwa Pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 lalu merupakan agenda asing untuk merusak kedaulatan Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Dharma merespons pertanyaan RK soal apa yang akan dilakukan jika kasus seperti pandemi kembali terjadi, meski dia berharap itu tak akan terjadi lagi.
Dharma mengatakan pemimpin mestinya bisa melihat bukan hanya yang tertulis, namun juga yang tersirat.
"Saya paham betul tentang pandemi. Pandemi ini adalah agenda terselubung dari asing untuk mengambil kedaulatan negara," kata Dharma dalam paparannya.
"Terlihat sekali begitu rapuhnya bangsa ini sampai harus mengikuti istilahnya saja ikut, kenapa bukan Taufiq, kenapa ngikutin covid," imbuhnya.
Dharma menyebut banyak masyarakat juga tidak paham bahwa PCR yang digunakan selama ini bukan untuk tes covid, melainkan untuk cek dosis.
Mestinya, kata dia, tes covid cukup dilakukan hanya lewat ludah dan tak sampai harus colok lewat hidung.
Ia menilai seorang pemimpin harus bisa memperjuangkan kesehatan masyarakat. Ia tak ingin ekonomi hancur hanya oleh pandemi. Dharma meyakini pandemi Covid hanya omong kosong.
RK yang merespons Dharma menilai bahwa perbedaan pemimpin antara pemerintah pusat dan daerah merupakan hal biasa.
Namun, menurutnya, jika pemerintah pusat telah memutuskan, pemerintah daerah mestinya bisa mengikuti.
"Karena dalam pengelolaan krisis harus satu komando. Terjadi perbedaan dalam prosesnya tapi ketika sudah diputuskan pemimpin level Presiden tentulah serempak di bawah harus mengamankan dan menjalankan," kata RK.
(yoa/fea)