Koalisi Sipil Duga Uji Capim KPK Sudah Dikondisikan, Cuma Basa-basi

CNN Indonesia
Kamis, 21 Nov 2024 18:09 WIB
Menurut koalisi sipil, seleksi hingga fit and proper test calon pimpinan KPK basa-basi belaka. Orang-orang bermasalah bisa lolos.
Menurut koalisi sipil, seleksi hingga fit and proper test calon pimpinan KPK basa-basi belaka. Orang-orang bermasalah bisa lolos. (CNN Indonesia/Arief Bimaputra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Transparency International Indonesia (TII) menuding pimpinan KPK periode 2024-2029 sudah dikondisikan. Menurut mereka, seleksi hingga uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test hanya basa-basi.

Menurut koalisi, di tengah krisis integritas, sudah seharusnya Komisi III DPR RI memilih calon pimpinan dan dewan pengawas KPK dengan rekam jejak baik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

"Basa-basi seleksi, pengondisian calon pimpinan KPK yang bisa kompromi korupsi," ujar Julius Ibrani dari PBHI melalui keterangan persnya, Jumat (21/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Julius mengungkit panitia seleksi (pansel) yang diduga kuat memilih calon terafiliasi dengan Joko Widodo (Jokowi). Dugaan itu dibuktikan dari banyak calon yang memiliki rekam jejak cukup baik dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi dipenggal dalam proses tahap awal.

Pansel justru meloloskan nama-nama yang memiliki rekam jejak buruk. Ia menambahkan proses seleksi terkesan sekadar formalitas belaka.

"Seleksi wawancara yang dilakukan oleh Pansel maupun fit and proper test di Komisi III DPR tidak menggali lebih dalam kepada calon terkait mulai dari tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan, harta kekayaan yang mengalami fluktuasi tidak wajar, nir-integritas dan potensi benturan konflik kepentingan, hingga langkah konkret dalam upaya membenahi kelembagaan KPK pascarevisi UU KPK 2019," kata Julius.

Ia menilai lima orang pimpinan dan dewan pengawas KPK yang ditetapkan DPR memiliki rekam jejak buruk. Satu di antaranya ialah Johanis Tanak yang ada catatan pernah berkomunikasi dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite. Percakapan yang berisi 'bisalah kita cari duit' itu sempat viral di media sosial.

"Selain itu, dalam paparannya saat fit and proper test, Johanis Tanak menegaskan akan menghapus OTT KPK karena dianggap tidak sesuai dengan aturan KUHAP yang berlaku," ucap Julius.

"Koalisi menilai bahwa Johanis Tanak tidak mampu mengukur efektivitas dan persentase keberhasilan pemberantasan korupsi melalui OTT, atau niat menghapus OTT karena adanya transaksi politik dengan seseorang dan/atau kelompok tertentu sehingga menjadikan KPK sebagai lembaga yang mati suri dalam menjalankan mandatnya sebagai pemberantas korupsi," sambungnya.

Julius menambahkan komposisi Komisioner KPK periode 2024-2029 yang didominasi oleh penegak hukum menjadi tantangan untuk mengaktifkan kembali fungsi trigger mechanism KPK. Semangat itu muncul ketika Kejaksaan dan Kepolisian dianggap belum cukup efektif dalam memberantas korupsi.

"Faktanya, calon yang dipilih oleh DPR adalah mereka dengan rekam jejak Kejaksaan dan Kepolisian yang juga tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi di lembaga sebelumnya. Bahkan, Kejaksaan dan Polri menjadi lembaga yang paling banyak melakukan korupsi," ucap Julius.

Dalam keterangannya, ia menyayangkan sikap abai Komisi III DPR terhadap catatan rekam jejak calon pimpinan dan dewan pengawas KPK yang dikirim oleh koalisi.

Pada Kamis ini, Rapat Pleno Komisi III DPR RI menetapkan lima orang pimpinan dan dewan pengawas KPK periode 2024-2029. Sebelumnya, Komisi III menggelar uji kepatutan dan kelayakan.

Di kursi pimpinan KPK mendatang, terdapat nama Setyo Budiyanto (mantan Direktur Penyidikan KPK), Johanis Tanak (Komisioner KPK saat ini), Fitroh Rohcahyanto (jaksa yang sempat menjadi Direktur Penuntutan KPK), Agus Joko Pramono (mantan Wakil Ketua BPK) dan Ibnu Basuki Widodo (hakim di Pengadilan Tinggi Manado).

Sementara di kursi dewan pengawas KPK akan diisi oleh Chisca Mirawati (Founder & Managing Partner CMKP Law), Benny Mamoto (mantan Ketua Harian Kompolnas), Wisnu Baroto (jaksa), Sumpeno (hakim pada Pengadilan Tinggi Jakarta) dan Gusrizal (Ketua Pengadilan Tinggi Samarinda).

(ryn/tsa)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER