Pakar Sebut Jumlah Golput Tak Pengaruhi Hasil Pilkada

CNN Indonesia
Rabu, 11 Des 2024 13:18 WIB
Ilustrasi golput. Warga yang tak menggunakan hak pilih alias golput di Pilkada 2024 terbilang tinggi. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Jakarta, CNN Indonesia --

Warga yang tak menggunakan hak pilih alias golput di Pilkada serentak 2024 terbilang tinggi. Di sejumlah daerah, jumlah suara pemenang bahkan jauh di bawah angka golput.

Untuk di tingkat provinsi misalnya di Pilgub Jakarta yang mencapai 3.489.614 orang (42,48 persen) dari total DPT 8.214.007 orang. Dan, di Pilgub Sumut angka golput mencapai 50,69 persen dari total DPT 10.771.496 orang.

Di tingkat kabupaten/kota misalnya di Pilbup Bogor di mana suara golput mencapai 1.620.838 orang atau setara dengan 41 persen.

Angka golput itu melebihi jumlah perolehan suara paslon pemenang pada Pilbup Bogor tersebut, Rudy Susmanto-Ade Ruhandi yang memperoleh 1.559.328 suara.

'Kemenangan Golput' itu pun kemudian menjadi salah satu senjata bagi pihak yang kalah dalam pilkada serentak 2024 untuk mengajukan gugatan hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto di dalam hukum formal Indonesia, tingginya angka golput itu tak akan mempengaruhi hasil pemilu atau pilkada.

Arif mengatakan di UU Pilkada tak ada aturan angka golput tinggi dapat membatalkan hasil pemilihan. Namun, ia melihat tingginya angka golput bisa membuat legitimasi pemimpin terpilih minim di hadapan rakyatnya.

"Tapi kalau mempertanyakan legitimasi, ya tentu saja itu berpengaruh terhadap legitimasi. Mulai dari calon sampai ke yang terpilih," kata Arif, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/12) lalu.

Arif juga mengatakan para pemilih yang memutuskan golput tak dapat dipidana karena itu merupakan hak seseorang. Namun, ia mengatakan jika seseorang memobilisasi orang lain untuk golput dan mengarahkan pemilih memilih kandidat lain menggunakan politik uang maka dapat dikenakan sanksi.

Arif melihat di negara lain yang dewasa dalam berdemokrasi dan memiliki kecenderungan kebebasan memilih, juga mengalami penurunan partisipasi pemilih.

Namun, meski partisipasi pemilih rendah di pemilu, warga di negara-negara tersebut sangat aktif dalam berpartisipasi dalam politik di luar ajang pemilu.

"Apakah menurunnya tingkat partisipasi dalam pemilu itu diikuti dengan menurunnya atau kah meningkatnya partisipasi politik di luar pemilu? Kalau partisipasi politik di luar pemilu mengalami peningkatan, berarti ya mungkin ini gejala meningkat kualitas partisipasi," kata dia.

Sementara itu, pemerintah melalui Kemendagri memiliki analisisnya tersendiri mengenai tinggi angka golput dalam gelaran Pilkada serentak 2024 di Indonesia ini.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan angka golput di gelaran Pilkada serentak 2024 cukup tinggi. Dua di antaranya adalah kejenuhan hingga kondisi cuaca saat pencoblosan.

"Macam-macam karena faktor administratif, karena faktor ideologis, karena faktor teknis penyelenggaraan yang terlalu berdekatan antara Pileg, Pilpres dengan Pilkada ini, mungkin juga ada faktor ada faktor kejenuhan di situ, kemudian ada juga mungkin ya faktor cuaca, bencana," kata Bima di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa lalu.

Selain itu, ada faktor jumlah TPS yang lebih sedikit, sehingga pemilih terlalu jauh untuk ke TPS.

"Jadi banyak faktor, enggak ada faktor tunggal yang menjelaskan itu, tapi apapun itu tingkat partisipasi politik yang tinggi jelas lebih baik bagi legitimasi demokrasi," katanya.

Meski partisipasi rendah, Bima menegaskan hasil Pilkada tetap valid.

"Itu valid, legitimasi berikutnya adalah legitimasi dalam hal kinerja pemerintahan, banyak juga yang terpilih dengan suara tipis ya tapi kemudian bisa membangun legitimasi pemerintahan karena perform, karena memiliki kinerja yang baik," kata Bima.

(tim/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK