Dewas KPK: Nurul Ghufron Bikin Pusing

CNN Indonesia
Kamis, 12 Des 2024 19:16 WIB
Dewas KPK periode 2019-2024 mengungkap penanganan perkara etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjadi yang paling sulit dan membuat pusing.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2024). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkapkan penanganan perkara etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjadi yang paling sulit dan membuat pusing.

Bikin pusingnya, kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, karena Nurul  mengambil langkah hukum lain yakni dengan membuat laporan ke polisi, serta menguji materi Peraturan Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Mahkamah Agung (MA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Perkara) pimpinan KPK. Itu yang paling tersulit, yang terakhir ini, seorang pimpinan KPK. Kenapa sampai sulit? Sampai kami dilaporkan, digugat di pengadilan TUN. Digugat di Mahkamah Agung. Peraturan Dewan Pengawas," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers catatan kinerja di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC), Jakarta, Kamis (12/12) petang.

Tumpak mengaku bingung dengan langkah yang diambil pimpinan KPK tersebut. Sebab, kata dia, Dewas merupakan bagian dari KPK.

"Kok pimpinan KPK yang menggugat aturan Dewas? Agak aneh itu kan. Perlu Anda ketahui, sejak dulu waktu kami membentuk, menyusun KPK karena kami periode pertama, dulu Undang-undangnya (tentang KPK) enggak ada disebut bahwa kita itu harus memiliki kode etik pedoman perilaku," kata Tumpak.

"Tetapi kami (Dewas) berlima di waktu itu pimpinan yang pertama sudah berpikir ini perlu adanya kode etik karena kita memiliki kewenangan yang luar biasa, jangan sampai kita menyimpang, kita buatlah kode etik dulu pertama-tama hanya berlaku bagi pimpinan KPK lima orang," sambung pimpinan KPK jilid pertama tersebut.

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (kedua kanan) bersama anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris (kiri), Albertina Ho (kedua kiri), dan Harjono i (kanan) memimpin sidang etik dengan agenda pembacaan putusan terkait pelanggaran etik Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri di Kantor Dewan Pengawas KPK, Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2023). Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat terhadap Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri berupa diminta untuk mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku terkait pertemuannya dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). ANTARA FOTO/Reno EsnirKetua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (tengah) bersama anggota Dewas KPK Albertina Ho (kiri), dan Harjono (kanan) memimpin sidang etik di Kantor Dewan Pengawas KPK, Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2023). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Pihaknya pun merasa jengkel karena Ghufron melayangkan laporan pidana karena tidak terima diperiksa etik oleh Dewas KPK.

"Kalau kamu sudah mau masuk ke sini, ikut aturan di sini ya kan? Jangan kau gugat aturannya, aneh itu. Lebih menjengkelkan lagi bukan hanya digugat, diadukan lagi kami kembali ke Bareskrim, gila itu atas dasar menyalahgunakan wewenang," ucap Tumpak.

Tumpak merasa bersyukur karena polisi hingga saat ini bisa melihat tidak ada indikasi pidana sebagaimana yang didalilkan Ghufron. Hal itu diketahui dari langkah kepolisian yang belum memanggil Dewas KPK untuk diperiksa hingga hari ini.

Pendapat yang sama disampaikan Albertina Ho selaku Anggota Dewas KPK. Ia juga mengaku Ghufron membuat pusing karena membuat laporan ke segala lini.

"Memang yang paling bikin pusing yang terakhir ya, yang pak NG itu, karena tadi sudah disampaikan oleh pak ketua (Tumpak) dengan dilaporkan kami itu ke Bareskrim, kemudian digugat ke TUN, kemudian ke Mahkamah Agung, judicial review, otomatis pikiran kami itu harus terbagi," ungkap Albertina.

"Selain mencari bukti-bukti untuk penanganan kasus etik yang dilaporkan terduga itu, NG, kami juga harus memikirkan bagaimana membuat jawaban, bagaimana mencari bukti-bukti, bagaimana membuktikan semua itu di persidangan, cukup memusingkan memang, sangat memusingkan itu," sambung eks hakim tipikor tersebut.

Albertina mengaku lebih pusing lagi karena Ghufron hanya melaporkan tiga orang anggota Dewas, bukan lima-limanya. Padahal, ia menegaskan keputusan yang diambil dewas merupakan kolektif kolegial.

"Nah, ini juga memusingkan kami sebenarnya. Kami bersyukur bahwa itu kemudian tidak diproses lebih lanjut. Jadi, mudah-mudahan sudah selesai dan untuk di Mahkamah Agung dan di TUN Jakarta kami sudah menang, dan sudah berkekuatan hukum tetap, karena yang bersangkutan tidak mengajukan upaya hukum (lagi)," ucap dia.

Dalam perkara yang ditangani Dewas KPK, Ghufron dijatuhi sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji sebesar 20 persen selama 6 bulan karena menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi.

Ia dinilai melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021. Aturan dimaksud mengatur soal integritas insan KPK.

Ghufron menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dengan menghubungi Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal merangkap Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kementan.

Ghufron ingin Andi Dwi Mandasari (ADM) yang merupakan pegawai Inspektorat II Kementan dipindahkan ke Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian di Malang.

Keinginan itu akhirnya dipenuhi oleh Kasdi.

Komunikasi perihal permohonan mutasi ADM dilakukan bersamaan dengan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan yang sedang ditangani KPK.

Kasus tersebut diduga melibatkan anggota DPR RI.

Ghufron sempat mencalonkan diri kembali sebagai pimpinan KPK periode 2024-2029. Namun, ia gagal.

(ryn/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER