Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi menekankan penegakan hukum di bidang agraria tersebut harus menyasar tiga arah sumber daya alam. Tiga hal itu terkait kerugian lingkungan dan sosial, keuntungan yang diincar pelaku, hingga penyalahgunaan kewenangan.
Zenzi menyatakan Indonesia hanya akan menjadi negara besar dan sejahtera jika pemerintahnya bekerja sepenuh hati.
Ia menyampaikan 10 tahun lalu, Walhi telah mengidentifikasi terdapat 12 pintu penyalahgunaan wewenang dalam pengurusan SDA dan 18 bentuk gratifikasi yang berjalan dalam permainan pelaku usaha dengan pemegang kewenangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada juga disampaikan Staf Pengelolaan Pengetahuan RMI-The Indonesian Institute for Forest and Environment, Rifky Putra Kurniawan bahwa Prabowo harus tegas dan mengawasi aparat penegak hukum (APH) agar bertindak sesuai koridor hukum.
Lihat Juga : |
Ia menyatakan pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat, khususnya kelompok masyarakat terdampak.
"Saya sepakat kalau Pak Prabowo bilang APH harus tegas. Apalagi, ada keluhan dari nelayan dan masyarakat setempat. Hal ini mengindikasikan ada hak yang terlanggar," kata Rifky saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Rifky menekankan negara wajib melindungi hak rakyat melalui APH yang merupakan salah satu instrumennya.
Ia mencontohkan salah satunya soal pagar laut misterius yang mengemuka belakangan. Rifky menyatakan bahwa itu merupakan bentuk privatisasi laut, secara UU hal itu ilegal.
Rifky menyatakan hal itu membawa dampak negatif bagi nelayan-nelayan kecil setempat karena mengakibatkan jarak tempuh mereka menjadi sangat panjang.
Jarak tempuh yang makin panjang menambah beban produksi nelayan kecil karena waktu dan bahan bakar yang dibutuhkan untuk mereka mencari ikan jadi membengkak.
"Selain itu, skema HGB ini juga perlu dilihat lebih lanjut. Selain aspek penegakan hukumnya adalah bagaimana proses HGB ini bisa terbit? Apakah masyarakat setempat, termasuk nelayan-nelayan kecil yang sudah lama mengakses laut di sana dikonsultasikan?" ujarnya.
Sementara itu, dalam keterangan tertulis pada 16 Januari lalu, Kepala Korps Polairud Polri Irjen Mohammad Yassin menyatakan pihaknya belum menemukan ada unsur pidana dalam kasus pemasangan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Selain itu, pihaknya masih menunggu keputusan KKP untuk mengusut pihak yang bertanggung jawab dalam pemasangan pagar laut itu.
Senada, Ditpolairud Polda Metro Jaya menyatakan masih menunggu dari KKP untuk memulai penyelidikan kasus pagar laut misterius di Tangerang. Direktur Polairud Polda Metro Jaya Kombes Joko Sadono pada 20 Juni lalu kepada wartawan memastikan pihaknya siap memberikan bantuan dalam proses penyelidikan pelaku pemasangan pagar laut itu.
Hanya saja, ia mengatakan pihaknya tidak bisa serta merta langsung turun tangan tanpa ada permintaan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pasalnya hal tersebut masuk dalam ranah dan tanggung jawab dari KKP.
Dia mengatakan sejauh itu pihaknya hanya bisa melakukan patroli di sekitar lokasi untuk mencegah terjadinya potensi tindak pidana atau konflik antar warga.
Di tempat lain, Polda Jatim telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah pihak pada Rabu (22/1) menyusu HGB 656 hektare di laut Kawasan Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, yang terungkap.
Dirreskrimum Polda Jawa Timur Kombes Farman mengatakan pihaknya telah menerjunkan tim untuk melakukan pendalaman dan pemeriksaan. Bahkan sejak informasi temuan HGB di perairan laut Sidoarjo itu mencuat.
"Sejak berita keluar kami sudah turunkan tim untuk memeriksa di lapangan. Kita pro aktif terhadap informasi yang ada. Ketika ada informasi itu kita cek benar atau tidak, ternyata benar," kata Farman saat dikonfirmasi, Rabu (22/1).
Farman menyebut, pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi, seperti kepala desa setempat hingga BPN. Dalam waktu dekat kepolisian juga akan memanggil dua perusahaan pemilik HGB tersebut,