Geger Tatib Baru DPR Bisa Rekomendasi Copot Ketua KPK hingga TNI/Polri

CNN Indonesia
Kamis, 06 Feb 2025 09:50 WIB
DPR kini bisa memberikan rekomendasi untuk memberhentikan pimpinan lembaga atau pejabat negara pilihan lewat aturan tatib yang baru disahkan di paripurna.
Ilustrasi. Suasana rapat paripurna DPR RI beberapa waktu lalu. (CNN Indonesia/Khaira Ummah)

Namun, sejumlah pakar hukum tata negara mengkritisi materi tatib baru DPR yang bisa mengevaluasi hingga merekomendasikan pencopotan pejabat negara pilihan tersebut.

Dosen Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai anggota legislatif keliru karena hendak mengevaluasi pimpinan lembaga seperti MK hingga KPK lewat Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tatib DPR tersebut. Ia menjelaskan tatib DPR tidak bisa menegasikan keberadaan undang-undang.

"Kalau misalnya konteksnya adalah pimpinan KPK atau hakim MK yang diusulkan oleh DPR, yang sudah ditetapkan oleh Keppres [Keputusan Presiden], kan tidak mungkin kewenangan untuk mencopot berdasarkan hasil evaluasi itu hanya berdasarkan tatib. Kalau kita bicara soal cara berpikir perundang-undangan yang benar, dalam hierarki, ya harusnya undang-undang yang dijadikan sebagai dasar, bukan tatib," ujar Herdiansyah kepada CNNIndonesia.com melalui pesan suara, Selasa (4/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia pun menanyakan motif dari DPR mengevaluasi pimpinan instansi atau lembaga negara yang dipilih berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Ia mencurigai ada semacam upaya untuk menyandera.

"Jadi keliru. Enggak bisa Tatib itu dijadikan sebagai dasar untuk menegasikan keberadaan Undang-undang. Salah besar cara pikir anggota-anggota DPR itu," kata Herdiansyah.

Ada pula pakar hukum tata negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti yang berpendapat isi tatib DPR tersebut keliru.

Lewat unggahan X dia mengatakan, "Itu ngaco. Pemilihan hakim dan komisioner itu rezim pemilihan.Bukan pemberian mandat,yg bs dicabut kapan saja. Begitu sdh dipilih,komisioner/ hakim diatur di UU masing2. Peraturan DPR tidak bisa melanggar UU.Bahkan ini melanggar konstitusi."

Dengan nada menyindir, pakar hukum tata negara dari UGM Zainal Arifin Mochtar mengimbau para anggota DPR belajar lagi tentang tiga pelajaran dasar di ilmu hukum dan ilmu politik.

"Yg bikin & setuju ini sebaiknya belajar kembali setdknya tiga pelajaran dasar di semester awal anak FH/ilmu politik; 1. Teori kewenangan; 2. Teori tentang pemisahan kekuasaan dan; 3. Teori Hirarki Per-UU. Saya yakin anak2 semester awal bisa jelaskan ini secara sgt baik ke beliau2," demikian unggahannya di X.

Sementara itu, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi menyatakan substansi norma pada Pasal 228A tatib DPR yang baru itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 19445.

Dia mengatakan frasa 'pengawasan' menurut UUD ini ditujukan untuk menjamin kemerdekaan dan independensi lembaga-lembaga yang diatur UUD, memastikan kontrol dan keseimbangan antar masing-masing cabang kekuasaan, dan tidak boleh ada pengaturan lain yang secara substantif melemahkan independensi lembaga-lembaga negara baik yang dibentuk dengan UUD maupun UU lainnya.

"Norma Pasal 228A juga melampaui puluhan UU sektoral lain, yang justru memberikan jaminan independensi pada MA, MK, BI, KPK, KY dan lainnya, yang berpotensi dibonsai oleh DPR dengan kewenangan evaluasi yang absurd," kata dia dalam keterangannya, Kamis (6/2).

Oleh karena itu, dia menilai DPR gagal memahami makna frase pengawasan yang merupakan salah satu fungsi DPR sebagaimana Pasal 20A (1) UUD 1945, di mana fungsi pengawasan yang melekat adalah mengawasi organ pemerintahan lain dalam menjalankan undang-undang.

"Artinya, yang diawasi DPR adalah pelaksanaan UU bukan kinerja personal apalagi kasus-kasus yang seringkali menimbulkan konflik kepentingan berlapis," kata Hendardi.

(thr/kid/wis)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER