Senada, Peneliti Global Health Security Griffith university Australia dan SPS YARSI Dicky Budiman menilai CKG adalah upaya pemerintah membangun SDM dengan mencegah maraknya penyakit akut.
Terlebih, kata dia, mayoritas masyarakat Indonesia masih belum terbiasa dalam melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Bahkan, mereka cenderung memeriksa diri ketika sudah sakit parah.
"Program ini membuktikan itu ya ada tujuan mengubah kebiasaan masyarakat yang cenderung hanya berobat saat-saat menjadi lebih proaktif dalam menjaga kesehatan," kata Dicky.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dicky mengatakan program ini juga menjadi upaya pemerintah mengurangi beban biaya kesehatan yang selama ini membengkak.
Sebab, pengobatan untuk sakit akut yang selama ini marak dilakukan masyarakat memiliki biaya yang lebih besar apabila dibandingkan pengobatan untuk penyakit ringan.
"Karena dengan penjagaan dan deteksi dini biaya pengobatan yang seharusnya ditanggung oleh individu dan negara melalui BPJS yang sekarang sedang mendapatkan juga isu terkait potensi defisit atau kondisi defisitnya tentu bisa ditahan ya beban ekonomi kesehatan ini," ujarnya.
Di sisi lain, Dicky turut mengapresiasi pemerintah yang menyediakan tes kesehatan mental dalam program CGK. Ia menilai hal itu krusial lantaran banyaknya masyarakat dengan penyakit mental yang tak terdeteksi.
Akan tetapi, ia menegaskan pemerintah harus turut mensosialisasikan bahwa penyakit mental adalah hal yang lumrah dan bisa diobati.
"Nah kesehatan mental ini seringkali tidak mendapat perhatian cukup dalam sistem kesehatan, bukan hanya di Indonesia tapi di banyak negara termasuk negara maju," katanya.
Terlebih, banyak stigma masyarakat terhadap orang dengan penyakit mental serta mengucilkan mereka yang sedang melakukan pengobatan.
Meski begitu, Dicky menegaskan program CKG ini adalah suatu upaya jangka panjang apabila pemerintah ingin memperbaiki kualitas SDM Indonesia.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah harus mampu membuat program CKG berkelanjutan dan tidak terhenti di tengah jalan agar tidak sia-sia.
"Potensi kendala utamanya menurut saya ada di ketersediaan SDM dan fasilitas karena ini beragam antar daerah dan juga tentu beban kerja nakes atau tenaga kesehatan di pusat meningkat drastis sama seperti waktu covid misalnya," ujarnya.
Tak hanya itu, Dicky juga mendorong pemerintah melakukan integrasi antara CKG dan BPJS agar upaya pengobatan setelah pemeriksaan tak mandek.
Ia pun menyoroti potensi peningkatan pengobatan menggunakan BPJS setelah masyarakat ingin mengobati penyakit yang mereka idap.
"Perlu pendanaan jangka panjang, sehingga pemerintah perlu pastikan keberlanjutan anggarannya, supaya program tetap jalan, setidaknya hingga lima tahun ke depan, jadi tidak berhenti di tengah jalan," ujar dia.
"Termasuk juga kita perlu ada pengembangan sistem monitoring hasil skrining ini, supaya masyarakat juga bisa mengakses baik, cepat, termasuk juga kalau yang memerlukan rawatan lebih lanjut," sambungnya.
(mab/fra)