Akan tetapi, setelah hakim mempelajari dan mencermati permohonan pemohon maupun jawaban termohon, penetapan tersangka Hasto didasari oleh dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yakni Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas nama Hasto Kristiyanto (pemohon) dengan dugaan merintangi penyidikan.
Kemudian Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas nama Hasto Kristiyanto (pemohon) dengan dugaan memberi hadiah/janji kepada penyelenggara negara.
Hakim menyatakan jika dihubungkan dengan dalil permohonan pemohon Bab III butir D yang menyatakan "Penetapan tersangka oleh termohon tidak didukung oleh dua alat bukti permulaan yang cukup dalam perkara yang bersangkutan dan justru mengacu pada alat bukti perkara yang lain yang sudah inchracht van gewijsde (berkekuatan hukum tetap) sehingga penetapan tersangka tidak sah dan patut untuk dibatalkan, maka timbul pertanyaan apakah alat bukti perkara lain yang dimaksud pemohon tersebut adalah digunakan untuk dugaan tindak pidana merintangi penyidikan atau untuk dugaan tindak pidana memberi hadiah/janji kepada penyelenggara negara atau digunakan dalam kedua dugaan tindak pidana tersebut sekaligus?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di mana jika mendasarkan pada dalil permohonan pemohon maupun dalil bantahan termohon bahwa perkara yang sudah inkrah adalah perkara suap (penerima) atas nama Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, tidak ada perkara perintangan penyidikan yang sudah inkrah sebelumnya," kata hakim.
Hakim memandang penting sejumlah pertanyaan tersebut karena pemohon mempermasalahkan penetapan tersangka di dua tindak pidana berbeda yang tidak didukung bukti permulaan yang cukup, yang mana tentang bukti permulaaan akan dinyatakan sah atau tidak menjadi dasar dua penetapan tersangka berikut sah tidaknya segala upaya paksa yang dilakukan termohon dalam Praperadilan ini.
Apalagi, kata hakim, lazimnya pembuktian terhadap dugaan dua tindak pidana yang berbeda tentu menggunakan alat bukti yang berbeda pula, maka konsekuensinya tidak menutup kemungkinan terhadap alat bukti yang digunakan pada masing-masing dugaan tindak pidana berbeda dan tentunya berpotensi mempengaruhi hasil penilaian hakim atas keabsahan alat bukti permulaan yang digunakan untuk penetapan status tersangka pada kedua dugaan tindak pidana tersebut, yang bisa saja pada satu penetapan tersangka pada satu dugaan tindak pidana dinyatakan sah, sedangkan pada penetapan tersangka pada dugaaan tindak pidana lainnya dinyatakan tidak sah.
"Sehingga pada akhirnya menyulitkan hakim dalam pertimbangan serta amar putusan Praperadilan," tutur hakim.
Padahal, sebagaimana ketentuan Pasal 2 butir (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, bahwa Praperadilan tentang sah tidaknya penetapan tersangka dilakukan dengan pemeriksaan singkat.
Bahkan dalam ketentuan Pasal 82 butir c KUHAP dilakukan secara cepat dan dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari hakim sudah menjatuhkan putusan yang mana pemaknaan pemeriksaan singkat walaupun tidak dijelaskan dalam Perma tersebut, namun merujuk pada ketentuan Pasal 203 ayat (1) KUHAP yang dimaksud pemeriksaan singkat yaitu pembuktian dan penerapan hukumnya mudah.
"Menimbang, bahwa oleh karena alasan tersebut, hakim berpendapat bahwa permohonan pemohon seharusnya diajukan dalam dua permohonan Praperadilan bukan dalam satu permohonan," kata hakim.
Dengan demikian, permohonan pemohon yang menggabungkan tentang sah tidaknya dua Sprindik dalam satu permohonan harus dinyatakan tidak memenuhi syarat formil permohonan Praperadilan.
"Bahwa berdasarkan berbagai pertimbangan hukum sebagaimana tersebut di atas, hakim berpendapat bahwa oleh karena eksepsi pada Ad.2 dikabulkan, maka terhadap eksepsi termohon yang lain dan selebihnya tidak perlu dipertimbangkan dan diberi penilaian hukum," kata hakim.
Lihat Juga : |
Tim hukum Hasto kecewa dengan putusan Praperadilan tersebut. Mereka menyebut putusan hakim dangkal dan sebagai pembodohan hukum.
"Kami harus mengatakan bahwa kami kecewa dengan putusan Praperadilan yang dibacakan dan saudara-saudara sudah mendengarkan saksama. Kami mengharapkan satu putusan dengan pertimbangan hukum, dengan legal reasoning yang bisa meyakinkan kita semua bahwa permohonan Praperadilan itu tidak diterima, tetapi kami sangat menyayangkan bahwa kami tidak menemukan pertimbangan hukum yang diyakinkan untuk bisa memahami kenapa Praperadilan itu tidak diterima," ujar tim hukum Hasto, Todung Mulya Lubis di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2) petang.
Bagi dia, putusan Praperadilan tersebut sebagai kesalahan hukum atau miscarriage of justice.
"Kita datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menguji abuse of power, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh KPK karena sangat telanjang di depan mata kita pelanggaran itu dilakukan," imbuhnya.
Meskipun demikian, ia menilai hal itu bukan akhir dari perjuangan. Tim hukum Hasto membuka peluang mengajukan Praperadilan lagi.
"Itu salah satu di antaranya yang kami pertimbangkan, tapi ini juga tergantung Mas Hasto," kata tim hukum Hasto lainnya, Maqdir Ismail.
(ryn/fra)