Bareskrim Polri mengungkap adanya perbedaan modus pemalsuan dokumen SHM yang terjadi di wilayah pagar laut Tangerang dengan Bekasi.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan untuk kasus pagar laut di wilayah Tangerang pemalsuan terjadi sejak sebelum sertifikat diterbitkan.
"Jika pada kasus Kohod kita melihat bahwa pemalsuan dokumen dilakukan pada saat sebelumnya atau saat proses penerbitan sertifikat," ujarnya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jumat (14/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan pemalsuan terjadi melalui surat pengukuran dan pengakuan fiktif yang dikirim ke Kantor Pertanahan Tangerang sebagai syarat penerbitan SHM.
Sementara, kata dia, dugaan pemalsuan dokumen SHM di wilayah pagar laut Bekasi terjadi setelah SHM diterbitkan. Pemalsuan diduga dilakukan dengan mengubah objek di SHM.
"Sudah ada sertifikat, kemudian diubah dengan alasan revisi, di mana dimasukkan baik itu perubahan koordinat dan nama. Sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut, dengan luasan yang lebih luas," jelasnya.
Sebelumnya Bareskrim Polri meningkatkan status perkara kasus dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) yang ada di wilayah pagar laut Tangerang ke tahap penyidikan.
Di sisi lain, Bareskrim Polri juga telah mulai penyelidikan kasus pemalsuan dokumen sertifikat SHGB dan SHM yang berada di wilayah laut Bekasi, Jawa Barat. Hal itu dilakukan usai menerima laporan resmi dari Kementerian ATR/BPN, pada Jumat (7/2) kemarin.
Pasca penerimaan laporan itu, Djuhandhani mengaku telah mengerahkan penyidik untuk mulai mengumpulkan alat bukti serta memeriksa sejumlah saksi di kasus tersebut.
"Mulai hari ini tim sudah melaksanakan upaya penyelidikan kami menurunkan beberapa anggota. Sekarang sedang mengumpulkan bahan-bahan keterangan termasuk barang-barang bukti yang bisa kita gunakan untuk proses lebih lanjut," ujarnya kepada wartawan, Kamis (13/2).
(tfq/gil)