Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mendesak prajurit TNI terduga pelaku penembakan maut terhadap tiga polisi di Lampung diadili di peradilan umum.
Dua anggota TNI yang menjadi terduga pelaku penembak polisi di Lampung itu adalah Peltu Lubis selaku Dansubramil Negara Batin dan Kopka Basarsyah selalu anggota Subramil Negara Batin.
Sementara korban ialah Kepala Polsek Negara Batin Inspektur Satu Lusiyanto, anggota Polsek Negara Batin Brigadir Kepala Petrus dan anggota Tekab 308 Satuan Reserse Kriminal Polres Way Kanan Brigadir Dua Ghalib.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto harus memastikan 2 anggota TNI yang berbuat kejahatan umum (selain perang) tetap diadili di Peradilan Umum secara terbuka, bukan di Peradilan Militer," ujar Sekretaris Jenderal PBHI Gina Sabrina melalui keterangan tertulis, Rabu (19/3).
Apabila tidak dilakukan, menurut Gina, akan terjadi impunitas yang menyebabkan keberulangan perbuatan dan keselamatan masyarakat umum menjadi terancam.
Gina juga menyoroti penyalahgunaan senjata api (Senpi) anggota TNI. Kata dia, dalam setiap tragedi penembakan oleh anggota TNI, selalu didalilkan penyalahgunaan senpi disebabkan karena kesalahan pribadi, tidak ada komando apalagi operasi. Teruntuk kasus di Papua berbeda.
"Dalil ini diartikan bahwa penggunaan Senpi anggota TNI berbasis personal, bukan profesional. Jadi, meski tidak dalam menjalankan Operasi Militer Perang (OMP) atau Operasi Militer Selain Perang (OMSP)," tutur Gina.
"Ini jelas menyalahi tupoksi dan melanggar ketentuan penggunaan fasilitas Senpi TNI," imbuhnya.
Gina menyesalkan hingga kini belum ada evaluasi menyeluruh atas penyalahgunaan Senpi anggota TNI. Ia menegaskan, jika anggota TNI sedang "bebas tugas" tidak menjalankan OMP atau OMSP, maka tidak difasilitasi dengan Senpi.
Profesionalitas dalam penggunaan Senpi artinya Senpi hanya digunakan secara profesional untuk menjalankan tugas OMP atau OMSP.
"Presiden Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto harus memastikan adanya evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan Senpi termasuk memastikan tidak ada Senpi di saat tidak bertugas OMP atau OMSP," tegas Gina.
Lihat Juga : |
PBHI mencatat tindakan brutal anggota TNI sepanjang 2018-2022 sebanyak 338 kasus kekerasan yang meliputi penganiayaan, penyiksaan, penembakan, hingga tindakan tak manusiawi, mulai dari kasus kejahatan sipil yang ringan hingga pelanggaran HAM berat.
PBHI juga menyoroti kejahatan umum (selain perang) yang dilakukan anggota TNI nyaris tidak pernah diadili di Peradilan Umum dan tetap di Peradilan Militer.
Misalnya kericuhan Perwakilan TNI di Kantor KPK dalam kasus Korupsi Basarnas dan lainnya.
"Ini bukti bahwa TNI belum melaksanakan mandat reformasi dan konstitusi untuk mereformasi peradilan militer (UU No. 31 Tahun 1997), termasuk memastikan anggota TNI tidak masuk ke ranah sipil serta tunduk pada hukum sipil dalam aktivitasnya di ranah sipil," ucap Gina.
Berdasarkan hasil penelusuran PBHI, tutur Gina, wilayah Register 44/45 Way Kanan merupakan wilayah PT Inhutani V yang sejatinya dimanfaatkan secara komersil dan transparan demi pendapatan BUMN dan negara.
Akan tetapi, banyak praktik pemanfaatan lahan yang dilakukan secara tidak terbuka bahkan ilegal karena tidak tercatat: siapa penerima manfaatnya, berapa nilai yang dihasilkan dan mengalir ke mana uang yang didapatkan.
"Adanya perjudian sabung ayam di wilayah Register 44/45 jelas melanggar hukum sehingga tidak sesuai dengan mandat PT Inhutani selaku BUMN, karena perjudian adalah tindak pidana yang diatur Pasal 303 KUHP," ungkap Gina.
"Tentu, uang hasil perjudian sabung ayam tidak mungkin disetorkan kepada BUMN sebagai pendapatan. Ini jelas merugikan keuangan negara," sambungnya.
Gina menambahkan tragedi berdarah di Way Kanan harus dijadikan momentum bagi KPK RI dan Kejaksaan Agung untuk mengusut dugaan korupsi di atas lahan BUMN PT Inhutani.
Kementerian BUMN pun harus bertanggung jawab atas pemanfaatan lahan secara ilegal di Register 44/45. Sekaligus menjadi penguji apakah TNI akan tunduk pada supremasi sipil dengan proses penegakan hukum oleh KPK RI dan Kejaksaan Agung sebagaimana digadang oleh RUU TNI.
"Atau justru sebaliknya, menegaskan impunitas sehingga memastikan terjadinya keberulangan," tutur Gina.
Ia pun meminta Presiden Prabowo untuk bersikap tegas terhadap tragedi berdarah tersebut. Selain itu, Panglima TNI Agus Subiyanto juga didesak untuk bertanggung jawab penuh.
"Selain demi menjaga muruah akar kemiliteran dalam dirinya, juga memastikan TNI tetap tegak lurus pada mandat konstitusi, dan anggotanya tetap profesional. Utamanya menjaga tugas dan komitmen terhadap sinergitas TNI-Polri saat ini dan di masa depan," kata Gina.