Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut perubahan Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) yang baru saja disahkan menjadi undang-undang tetap melarang prajurit TNI aktif untuk berbisnis dan menjadi anggota partai politik.
Puan menjelaskan UU TNI yang baru saja disahkan tidak mengubah larangan berbisnis dan berpolitik sebagaimana diatur dalam undang-undang sebelumnya.
"Tetap dilarang, tidak boleh berbisnis, tidak boleh menjadi anggota parpol, dan ada beberapa lagi, itu harus," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Ketua DPP PDIP itu menegaskan seluruh prajurit TNI yang mengisi jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga yang diperbolehkan harus mengundurkan diri.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat agar tak terlebih dahulu berpikir negatif terhadap produk undang-undang yang baru disahkan ini.
"Jangan apa-apa berburuk sangka, ini bulan ramadan, bulan penuh berkah, kita sama-sama, harus mempunyai pikiran positif dahulu, sebelum membaca, sebelum melihat, jangan berprasangka," tutur dia yang juga putri dari Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri.
RUU TNI memuat sejumlah pasal perubahan sejak dibahas DPR dua pekan lalu. Namun, ada tiga pasal yang disorot, yakni Pasal 7 terkait tugas dan fungsi baru TNI dalam operasi selain perang (OMSP).
Kedua, ada Pasal 47 terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Lewat revisi tersebut, kini ada 14 instansi pemerintah yang bisa ditempati prajurit aktif dari semula 10 instansi sipil.
Ketiga, Pasal 53 terkait perpanjangan usia pensiun TNI. Perpanjangan masa usia pensiun dibagi menjadi tiga klaster antara tamtama dan bintara, perwira menengah, dan perwira tinggi.
Sementara itu, gelombang aksi penolakan perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau RUU TNI menggeliat di sejumlah daerah di Indonesia sepekan terakhir.
Dari mulai aksi di media sosial, aksi mahasiswa yang turun ke jalan, hingga pernyataan sikap tokoh bangsa serta akademisi telah disuarakan beberapa hari terakhir. Mereka mengecam pembahasan 'kebut' revisi UU TNI yang dikebut--bahkan dituding tertutup atau diam-diam--agar bisa disahkan sebelum reses DPR pada 21 Maret atau hari ini, Kamis (21/2).
Aksi pun tetap berlanjut pada hari ini, termasuk di depan Gedung DPR sejak Rabu (20/2) lalu. Pada hari ini, demonstran dari koalisi masyarakat sipil tetap bertahan di depan Gedung DPR untuk menyuarakan penolakan mereka setelah RUU TNI disahkan menjadi undang-undang.
Penolakan itu mereka lakukan karena pengesahan RUU TNI ini dianggap menjadi pintu masuk bangkitnya kembali dwifungsi militer.