Jakarta, CNN Indonesia --
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Kejaksaan Agung membongkar kasus dugaan suap dan atau gratifikasi terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Total tujuh orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Suap itu diduga berkaitan dengan vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat terhadap terdakwa PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Group 19 Maret lalu dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022.
CNNIndonesia.com merangkum poin-poin menarik terkait penanganan kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal mula terbongkar
Kasus dugaan suap dan atau gratifikasi terkait pengurusan perkara di PN Jakarta Pusat ditemukan jaksa penyidik saat sedang menangani perkara di PN Surabaya yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menuturkan jaksa penyidik menemukan bukti percakapan yang menyebut nama Marcella Santoso- seorang pengacara yang belakangan ditetapkan sebagai tersangka.
Marcella merupakan pengacara terdakwa korporasi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.
"Jadi, ketika penyidik menangani perkara yang di Surabaya [Zarof Ricar], di situ ada ditemukan semacam percakapan, catatan yang menyebutkan nama MS [Marcella Santoso, Advokat]," ujar Harli saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (13/4).
"Penyidik setelah ada putusan ontslag ini melakukan penggeledahan di apartemennya MS dan menemukan catatan-catatan terkait ontslag ini," sambungnya.
4 tersangka termasuk KPN Jaksel
Jaksa penyidik JAMPIDSUS Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap empat orang pada 11-12 April malam.
Keempat orang yang selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka itu ialah Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, sempat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat; Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan; serta pengacara korporasi ekspor CPO yakni Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Suap Rp60 miliar
Muhammad Arif Nuryanta diduga telah menerima suap sejumlah Rp60 miliar dari pengacara terdakwa korporasi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.
Saat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Arif Nuryanta disebut mempengaruhi majelis hakim agar mengetok putusan lepas kepada ketiga terdakwa korporasi sebagaimana disebut di atas.
"Jadi, perkaranya tidak terbukti. Walaupun secara unsur memenuhi Pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana," kata Direktur Penyidikan JAMPIDSUS Kejaksaan Agung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (12/4) malam.
Ditahan di Rutan
Arif Nuryanta dan ketiga tersangka lainnya telah dilakukan penahanan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Cabang KPK.
Arif Nuryanta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo Pasal 12 B jo Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 12 huruf a jo Pasal 12 b jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Wahyu Gunawan dijerat dengan Pasal 12 huruf a jo Pasal 12 b jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 11 jo Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 13 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sita mobil mewah & uang
Jaksa penyidik setidaknya telah menggeledah lima tempat di Jakarta dan menemukan bukti (dokumen dan uang) yang mengarah pada dugaan suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakarta Pusat.
Tempat yang digeledah tersebut meliputi rumah kediaman Wahyu Gunawan di Vila Gading Indah; rumah kediaman pengacara Ariyanto Bakri (dilakukan penyitaan terhadap mobil Ferrari Spider, Nissan GT-R dan Mercedes Benz).
Sementara dari tas milik Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat), dilakukan penyitaan terhadap:
a. Amplop cokelat yang berisi 65 lembar uang pecahan SGD1000.
b. Amplop putih yang berisi 72 lembar uang pecahan USD100.
c. Dompet berwarna hitam yang berisi:
• 23 lembar uang pecahan USD100;
• 1 lembar uang pecahan SGD1000;
• 3 lembar uang pecahan SGD50;
• 11 lembar uang pecahan SGD100;
• 5 lembar uang pecahan SGD10;
• 8 lembar uang pecahan SGD2;
• 7 lembar uang pecahan Rp100.000;
• 235 lembar uang pecahan Rp100.000;
• 33 lembar uang pecahan Rp50.000;
• 3 lembar uang pecahan RM50;
• 1 lembar uang pecahan RM100;
• 1 lembar uang pecahan RM5;
• 1 lembar uang pecahan RM1.
Direktur Penyidikan JAMPIDSUS Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengungkapkan jaksa penyidik akan mendalami aliran uang Rp60 miliar termasuk kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menjatuhkan putusan lepas terhadap tiga terdakwa korporasi di kasus CPO.
Majelis hakim dimaksud terdiri dari Djuyamto selaku ketua dengan Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin sebagai anggota.
Panitera Pengganti Agnasia Marliana Tubalawony untuk terdakwa PT Musim Mas Group, Vera Damayanti untuk terdakwa PT Permata Hijau Group, dan Mis Nani BM Gultom untuk terdakwa PT Wilmar Nabati Group.
Hakim Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin telah mendatangi Kantor Kejaksaan Agung pada Minggu (13/4) pagi untuk memberikan kesaksian terhadap kasus yang sedang diusut tersebut.
Sementara Djuyamto yang sempat menyambangi Kantor Kejaksaan Agung setelah konferensi pers rampung- tepatnya pada Minggu (13/4) dini hari- harus dijemput paksa karena hingga Minggu malam yang bersangkutan tidak terlihat batang hidungnya.
3 hakim tersangka
Setelah menjalani pemeriksaan intensif, jaksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim yang menjatuhkan putusan lepas terhadap perkara korporasi CPO sebagai tersangka. Mereka atas nama Djuyamto selaku ketua majelis serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin sebagai hakim anggota.
Selain mereka, jaksa penyidik juga telah memeriksa empat orang saksi lainnya.
"Tim penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Ketiga tersangka itu ASB selaku Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tersangka AM dan tersangka DJU," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Senin (14/4) dini hari.
Tiga hakim tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo Pasal 12 B jo Pasal 6 ayat 2 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Para tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Uang untuk majelis hakim
Abdul Qohar mengungkapkan tersangka Muhammad Arif Nuryanta yang merupakan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan terakhir menjabat Ketua PN Jakarta Selatan membagikan uang kepada majelis hakim yang memeriksa perkara korporasi CPO.
Pertama sejumlah Rp4,5 miliar sebagai uang untuk baca berkas perkara, diberikan kepada Djuyamto dan Agam Syarief Baharudin. Uang itu kemudian turut dibagikan kepada Ali Muhtarom.
"Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada kedua orang tersebut [Djuyamto dan Agam Syarief Baharudin] agar perkara diatensi," kata Abdul Qohar.
"Setelah menerima uang Rp4,5 miliar, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag. Setelah keluar ruangan, uang itu dibagi kepada ASB sendiri, AM dan DJU sebagai ketua majelis hakim," imbuhnya.
Selanjutnya pada bulan September atau Oktober 2024, tersangka Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan kembali uang dolar Amerika setara Rp18 miliar kepada Djuyamto.
Lalu oleh Djuyamto uang tersebut dibagi tiga dan penyerahannya dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Selatan.
Djuyamto menerima Rp6 miliar, Agam Syarief Baharudin menerima Rp4,5 miliar dan Ali Muhtarom menerima Rp5 miliar.
Abdul Qohar menyatakan pihaknya meyakini uang tersebut diberikan agar tiga korporasi terdakwa dalam perkara CPO diputus lepas.
"Di mana sisanya? Inilah yang masih kami kembangkan apakah masih ada yang dibagi kepada orang lain atau seluruhnya dalam penguasaan tersangka MAN [Muhammad Arif Nuryanta," kata Abdul Qohar.
Geledah banyak tempat
Dalam perkembangan penanganan perkara tersebut, jaksa penyidik menggeledah banyak tempat di tiga provinsi berbeda yakni Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta.
Barang bukti yang didapat selama penggeledahan tersebut di antaranya 40 lembar mata uang dolar Singapura pecahan 1.000 dan 125 lembar dolar Amerika pecahan 100.
Uang tersebut disita dari rumah Muhammad Arif Nuryanta.
Kemudian jaksa penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap 10 lembar dolar Singapura uang pecahan 100 dan 74 lembar dolar Singapura dengan uang pecahan 50.
"Di mana uang tersebut disita dari rumah Ariyanto Bakri [Advokat]. Yang bersangkutan juga telah ditetapkan sebagai tersangka satu hari lalu," ungkap Abdul Qohar.
[Gambas:Photo CNN]
Selanjutnya, jaksa penyidik juga telah menyita 3 unit mobil yang terdiri dari 1 mobil merek Land Cruiser dan 2 lainnya merek Land Rover. Ada juga 21 sepeda motor dan 7 sepeda yang disita.
"(Aset kendaraan) ini disita dari rumah Ariyanto Bakri," tutur Abdul Qohar.
Lalu, jaksa penyidik menyita uang 360.000 dolar Amerika atau setara Rp5,9 miliar dari rumah saksi AF yang telah dilakukan pemeriksaan.
Kemudian uang 4.700 dolar Singapura disita dari kantor tersangka Marcella Santoso (Advokat). Lalu uang Rp616.230.000 disita dari rumah Agam Syarief Baharudin.
"Selanjutnya penyidik juga melakukan pemeriksaan di antaranya kepada DJU, ASB dan AM dan beberapa saksi yaitu DAK, LK, AH, TH. Yang dua orang terakhir ini adalah karyawan pada kantor pengacara MS atau Marcella Santoso," ungkap Abdul Qohar.