MK Diskualifikasi Seluruh Paslon Pilkada Barito Utara

CNN Indonesia
Rabu, 14 Mei 2025 18:28 WIB
Mahkamah Konstitusi seluruh pasangan calon bupati dan wakil bupati di Pilkada Barito Utara karena semuanya terbukti melakukan praktik politik uang.
Ilustrasi. MK memerintahkan PSU di Pilkada Barito Utara dengan pasangan yang baru. (Foto: ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto)

Dalam peristiwa penggerebekan tersebut juga ditemukan daftar nama-nama penerima uang sebanyak 72 orang, di mana seluruhnya adalah nama-nama pemilih yang terdaftar dalam DPT pada TPS 01 Kelurahan Melayu di bawah koordinator "Tajali dan Wawan" [vide Bukti P-22].

Terkait dengan hal tersebut, saksi Lala Mariska menerangkan dari 72 daftar nama pemilih tersebut, baru 50 orang yang datang lalu keluar dengan membawa uang [vide Bukti P-22], sedangkan 22 orang sisanya belum datang.

Saksi juga menerangkan sebelumnya telah mendapatkan briefing terlebih dahulu untuk membagikan uang dan takjil yang dihadiri oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 yang akan dilakukan pada 12 titik lokasi yang berbeda [vide risalah sidang tanggal 8 Mei 2025, hlm. 60, hlm. 70, dan hlm. 167].

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fakta demikian, menurut MK, menunjukkan ada pembelian suara (vote buying) yang terkoordinasi secara terstruktur dan sistematis.

Politik uang paslon nomor 1

Selanjutnya berdasarkan rangkaian fakta hukum dalam persidangan, khususnya terhadap keterangan 2 orang saksi pihak terkait atas nama Edy Rakhman dan Maulana Husada yang menerangkan telah menerima sejumlah uang untuk memberikan suara kepada Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1.

Dalam persidangan tanggal 8 Mei 2025, saksi Edy Rakhman menerangkan pada tanggal 28 Februari 2025 telah menerima uang sebanyak Rp4.500.000 dari saudara Rusman untuk tiga orang (saksi, istri dan anak) dan menandatangani kertas tanda terima yang berisi daftar nama sekitar 20 orang.

Selanjutnya, pada tanggal 22 Maret 2025, saksi kembali menerima uang sebanyak Rp15.000.000 untuk tiga orang (saksi, istri dan anak) dari saudari Mardatilah atas arahan saudara Rusman dan ditambah dengan janji akan diberangkatkan umrah apabila Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 memenangkan pemilihan.

Selain itu, saksi Maulana Husada juga menerangkan telah menerima uang melalui transfer pada rekening di Bank Mandiri sebanyak Rp1.000.000 [vide Bukti PT-84] yang bukti transfer tersebut dikirimkan oleh saudara

Anton Permadi, yang berdasarkan Pengumuman KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 544/PL.02.4-Pu/6205/2024 adalah bagian dari Tim Kampanye Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 [vide Bukti P-36], disertai dengan ajakan atau imbauan untuk memilih Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 melalui pesan WhatsApp [vide Bukti PT-74].

Meskipun ternyata saksi Maulana Husada tidak memiliki hak pilih pada TPS 04 Desa Malawaken, namun berdasarkan pengakuannya, uang tersebut diberikan kepada adiknya yang memiliki hak pilih di TPS 04 Desa Malawaken dan uang tersebut juga sudah diserahkan kepada adiknya tersebut [vide risalah sidang tanggal 8 Mei 2025, hlm. 113 sampai dengan hlm. 131 dan hlm. 182].

Oleh karena itu, terhadap hal tersebut MK meyakini dari keterangan dua orang saksi yang telah memberikan kesaksian di bawah sumpah merupakan alat bukti yang sah di persidangan, sekalipun terhadap saksi Maulana Husada, kuasa hukum pemohon menyatakan saksi tersebut tidak memilih hak pilih di TPS 04, Desa Malawaken.

Namun, sepanjang uang yang diterima oleh saksi dan penyerahan uang tersebut kepada adiknya untuk memilih Pasangan Calon Nomor Urut 1, pemohon tidak membantahnya dalam persidangan.

Selain itu, meskipun pemohon telah mengajukan surat pernyataan yang pada pokoknya berisi bantahan dari saudara Anton Permadi [vide Bukti P-30], tetapi MK tidak dapat meyakini validitasnya karena yang bersangkutan tidak dihadirkan dalam persidangan.

Dengan demikian, MK meyakini telah terdapat upaya untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 dengan cara membeli suara calon pemilih dan tidak terdapat bukti maupun fakta persidangan yang menunjukkan adanya upaya atau tindakan dari Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 untuk melakukan pencegahan atas praktik pembelian suara tersebut.

"Oleh karena itu, Mahkamah juga meyakini akan kebenaran adanya tindakan pembelian suara (vote buying) yang dilakukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 dengan pola yang hampir sama dengan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 untuk memenangkan PSU di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara," ucap hakim MK.

"Menimbang bahwa terhadap perbuatan money politics dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, kerangka hukum positif telah melarang dengan tegas adanya money politics dalam bentuk/modus apapun dalam setiap tahapan pemilihan kepala daerah, termasuk kampanye, masa tenang, serta pemungutan dan penghitungan suara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 73 dan Pasal 187A UU 10/2016," sambungnya.

Berdasarkan ketentuan di atas, terdapat dua mekanisme penyelesaian hukum terhadap perbuatan politik uang dalam pemilihan kepala daerah yang saling melengkapi, yaitu mekanisme perkara pidana dan administratif.

Dalam hal penyelesaian melalui mekanisme perkara pidana, berlaku sebagaimana tindak pidana lainnya, yaitu dimulai dari penyelidikan sampai dengan putusan pengadilan, dengan beberapa kekhususan terkait dengan jangka waktu penyelesaian, upaya hukum, dan adanya lembaga sentra penegakan hukum terpadu (Sentra Gakkumdu).

Sedangkan untuk penyelesaian melalui mekanisme administrasi, ketentuan Pasal 135A juncto Pasal 73 ayat (2) UU 10/2016 memberikan kewenangan khusus kepada Bawaslu Provinsi untuk menyelesaikannya.

Lebih lanjut, ketentuan Pasal 135A ayat (1) menentukan pelanggaran administrasi pemilihan terkait dengan politik uang tersebut adalah pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Berpijak pada ketentuan tersebut, kemudian secara lebih teknis, Pasal 15 ayat (3) huruf b angka 2 Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang Terjadi secara TSM (Perbawaslu 9/2020) mensyaratkan adanya bukti yang menunjukkan terjadinya pelanggaran di paling sedikit 50 persen kecamatan dalam satu kabupaten/kota.

"Menimbang bahwa dalam yurisprudensi Mahkamah terkait dengan pelanggaran money politics pada kontestasi pemilihan kepala daerah yang terbukti dan telah diputus sebelumnya oleh Mahkamah, instrumen yang digunakan Mahkamah dalam mengukur pelanggaran manipulasi suara pemilih akibat money politics, sekaligus untuk menentukan jenis treatment pemurnian suara di suatu pemilihan kepala daerah adalah dengan menggunakan parameter TSM," ucap hakim MK.

"Dalam perkembangannya, terdapat pilihan treatment yang diperintahkan oleh Mahkamah, yaitu melakukan diskualifikasi calon, atau dengan memerintahkan PSU dengan menggunakan pendekatan yang lebih kuantitatif, yaitu tergantung pada luasnya sebaran terbuktinya suatu pelanggaran money politics," lanjutnya.

(ryn/wis)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER