Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan lahan di Pondok Aren, Tangerang Selatan, yang diduduki dan dimanfaatkan oleh GRIB Jaya adalah lahan negara berstatus sertifikat hak pakai atas nama BMKG.
Nusron bilang tidak ada catatan sengketa atas lahan negara yang diperuntukkan untuk BMKG tersebut.
"Tanah BMKG sertifikat Hak Pakai atas nama BMKG dan tidak ada catatan konflik dan sengketa," kata Nusron saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Minggu (25/5).
Dari pemeriksaan polisi, ormas GRIB Jaya disebut telah memanfaatkan lahan BMKG itu selama dua atau tiga tahun untuk kegiatan pasar malam hingga kontes burung kicau.
"Ada beberapa event juga, pasar malam dan lain sebagainya di situ. (Termasuk) kicau burung," kata Ade Ary, Sabtu (24/5).
Dia menyebut para terduga pelaku menguasai lahan milik NMKG, tanpa hak. Lahan itu kemudian diberikan izin kepada pengusaha atau pedagang lokal untuk kegiatan jual-beli.
"Memberikan izin kepada beberapa pihak, beberapa pengusaha lokal, ya tadi ada pengusaha pecel lele, kemudian pengusaha pedagang hewan kurban, itu dipungut secara liar, pengusaha pecel lele dipungut Rp3,5 juta per bulan," ungkap Ade Ary.
"Kemudian dari pengusaha pedagang hewan kurban itu telah dipungut Rp22 juta," sambungnya.
Ketua DPC GRIB Jaya Tangsel berinisial Y menerima pendapatan dari transaksi tersebut.
Hal itu pun dikonfirmasi dua pelapak di lahan tersebut saat berbincang dengan Kapolres Tangerang AKBP Victor Inkiriwang di lokasi pada Sabtu lalu.
Dua pelapak di lahan sekitar 12 hektare itu mengaku tidak tahu tanah lapak yang disewanya ke ormas GRIB merupakan milik BMKG.
Darmaji, pemilik lapak sea food di lahan tersebut mengaku sudah berdagang di sana sekitar lima bulan. Lainnya adalah, Ina Wahyuningsih yang membuka lapak jual hewan kurban untuk Iduladha di lahan tersebut sejak 10 Mei lalu.
Ina mengaku menyetor uang hingga Rp22 juta ke ormas GRIB Jaya Tangsel untuk bisa melapak di sana. Sementara Darmaji mengaku menyetor bulanan sekitar Rp3,5 juta.
"Satu lahan itu untuk sampai kelar. Tapi kan kita selalu ada koordinasi sama RT, RW, Lurah, Babinsa semuanya, itu kan perlu uang. Akhirnya Ketua Yani mengajukan 'Gimana kalo include aja. Ibu enggak tahu-menahu soal RT-RW semuanya' mereka yang urus include minta Rp25 [juta]... Akhirnya saya negosiasi setelah saya negosiasi deal-lah di angka 22 [Rp22 juta]," kata Ina.
"(Uang) 22 juta itu dengan bahasa mereka mau, semua koordinasi tentang semuanya lah di dalamnya ini, termasuk semuanya include lah, akhirnya saya setuju," sambungnya di depan kapolres.
Sementara itu, Darmaji selama lima bulan buka lapak pecel lele mengaku rutin menyetor uang sewa. Uang itu dikirim lewat transfer bank ke rekening Ketua GRIB Kota Tangsel Yani Tuanaya.
"(Uang sewa) Rp3,5 juta," kata Darmaji
Sejak membuka lapaknya di sana, Darmaji tidak mendapat penjelasan terkait masalah atau siapa pemilik lahan tersebut. Dia hanya memberi uang sewa keperluan lapak untuk keamanan hingga biaya listrik.
Kini, Darmaji harus membongkar lapaknya dan pindah ke tempat lain. Namun, Ina mendapat keringanan untuk tetap di sana sampai hari raya Iduladha tiba.
Polisi memeriksa sejumlah saksi termasuk seorang lurah untuk mengusut laporan BMKG terhadap ormas GRIB Jaya terkait dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak di Bitung, Tangerang Selatan.
"Sejauh ini sudah ada beberapa saksi yang diambil keterangan dalam tahap klarifikasi di tahap penyelidikan. Antara lain adalah pelapor, kemudian ada 3 saksi, kemudian dari instansi terkait hingga pak lurah di lokasi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Jumat (23/5).
Ade Ary mengatakan penyelidik juga akan meminta keterangan dari saksi-saksi lain, baik pihak pelapor maupun terlapor.
Sebelumnya, BMKG ingin membangun gedung arsip di lahan tersebut. Tapi, proyek tersebut dihentikan paksa ormas GRIB Jaya setempat.
Mengutip dari Antara, saat proses pembangunan gedung arsip, BMKG mendapatkan gangguan dari GRIB Jaya. Pasalnya, ada anggota GRIB Jaya yang mengaku sebagai ahli waris lahan.
Selain itu, massa ormas GRIB Jaya disebut memaksa pekerja menghentikan aktivitas konstruksi. Massa juga menarik alat berat ke luar lokasi serta menutup papan proyek dengan klaim 'Tanah Milik Ahli Waris'.
BMKG memastikan lahan tersebut sah dimiliki negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung. Kepemilikan tanah tersebut telah dikuatkan sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Akhmad Taufan Maulana mengatakan pihak ormas tak menerima penjelasan hukum yang disampaikan BMKG. Dalam satu pertemuan, pimpinan ormas disebut mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp5 miliar sebagai syarat penarikan massa dari lokasi proyek.
Hingga akhirnya BMKG memutuskan untuk melaporkan masalah ini ke polisi hingga Satgas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam).
Hingga berita ini ditulis, CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari DPP GRIB Jaya terkait kasus anggotanya di Tangsel.