Jakarta, CNN Indonesia --
Polemik haji furoda 2025 tengah menjadi perhatian setelah banyak calon jemaah gagal berangkat meski telah membayar biaya tinggi.
Ketidakpastian visa dan minimnya pengawasan jadi sorotan berbagai pihak.
Berikut CNNIndonesia.com telah merangkum poin-poin penting polemik haji furoda 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apa itu haji furoda?
Haji furoda adalah jalur pelaksanaan ibadah haji tanpa menggunakan kuota resmi yang diberikan Arab Saudi kepada Pemerintah Indonesia. Berbeda dari haji reguler dan haji plus, haji furoda menggunakan visa mujamalah atau visa undangan khusus yang diterbitkan langsung oleh Kerajaan Arab Saudi.
Karena tidak terikat kuota nasional, jemaah haji furoda bisa berangkat pada tahun yang sama saat mereka mendaftar, tanpa perlu antrean panjang seperti haji reguler (10-30 tahun) atau haji plus (5-7 tahun). Skema ini diatur langsung oleh Pemerintah Arab Saudi dan tidak melalui jalur resmi pemerintah Indonesia.
Siapa penyelenggara haji furoda?
Haji furoda diselenggarakan oleh pihak swasta yang telah mengantongi izin resmi. Namun, pengaturannya bersifat langsung antara penyelenggara travel dan pihak Arab Saudi, tanpa intervensi pemerintah RI dalam hal kuota maupun pengelolaan.
"Jadi itu murni dikirim oleh Saudi ke swasta di sini, penyelenggara ibadah haji khusus dan mereka melakukan harga ini ya kita tidak mengetahui batasnya," ujar Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/1).
Meskipun pemberangkatan berada di luar tanggung jawab negara, pemerintah tetap berkewajiban mengawasi aspek perlindungan dan keamanan jemaah WNI.
Berapa biaya haji furoda?
Biaya haji furoda bervariasi tergantung pada layanan dan fasilitas yang ditawarkan masing-masing penyelenggara. Berdasarkan situs resmi sejumlah PIHK, kisaran biayanya adalah USD 17.500 hingga USD 25.900, atau sekitar Rp290 juta hingga Rp400 juta (tergantung kurs).
Biaya ini mencakup berbagai komponen, seperti:
• Visa Haji Furoda
• Tiket penerbangan
• Akomodasi dan transportasi lokal
• Konsumsi
• Manasik haji
• Perlengkapan haji
• Biaya tambahan atau tidak terduga
Berapa jumlah jemaah haji furoda tahun ini?
Data resmi jumlah jemaah haji furoda 2025 belum dirilis hingga saat ini. Founder HajiFuroda.id Mico Kelana menyebut jumlah jemaah asal Indonesia pada 2022-2024 berkisar 3.000-4.000 orang per tahun.
Untuk tahun ini, kuota haji Indonesia mencapai 221.000 jemaah, terdiri dari 203.320 jemaah reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Angka ini menurun dibanding tahun 2024 yang mencapai rekor 241.000 jemaah.
Kenapa haji furoda 2025 bermasalah?
Jemaah haji furoda Indonesia tahun ini dipastikan gagal berangkat. Kerajaan Arab Saudi resmi menutup penerbitan visa mujamalah pada Senin (26/5) pukul 13.50 waktu Arab Saudi, sebagaimana dikonfirmasi oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI, Hilman Latief.
Wakil Kepala Badan Penyelenggara (BP) Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan visa mujamalah untuk haji furoda diketahui tidak dikeluarkan untuk tahun ini oleh pemerintah Arab Saudi.
"Menurut pihak Saudi Arabia visa haji non kuota dari Pemerintah Saudi Arabia seperti furoda tidak akan keluar," kata Danhil lewat pesan singkat, Jumat (30/5).
Penutupan visa mujamalah ini diduga menjadi bagian dari reformasi digital dan penertiban sistem haji, demi memastikan semua proses sesuai regulasi baru Arab Saudi. Visa mujamalah juga tidak memiliki kuota tetap dan sepenuhnya menjadi hak prerogatif pemerintah Saudi, sehingga tidak ada jaminan visa akan diterbitkan setiap tahun.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan penerbitan visa furoda adalah di luar kewenangan Kemenag. Meski begitu, pemerintah tetap berupaya berkomunikasi dengan otoritas Saudi.
"Iya kita lagi menunggu Saudi. Itu kan di luar kewenangan kami, tapi kami akan bantu insya Allah," ujar Nasaruddin di kantor Kemenag, Kamis (29/5).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Wachid juga menegaskan bahwa tak hanya Indonesia yang mendapatkan penerbitan visa furoda, melainkan semua negara.
"Yang saya dengar langsung dari sini ya, itu (visa) furoda memang tidak keluar tidak hanya Indonesia, (melainkan) semua negara yang memberangkatkan jemaah haji. Enggak ada, satu pun enggak ada," ujar Abdul dikutip detik, Sabtu (31/5).
Ia menyebut pengetatan ini dilakukan demi kenyamanan jemaah. Pemeriksaan diperketat di semua jalur masuk ke Makkah, termasuk dari Jeddah dan Madinah.
Abdul juga mengimbau agar penyelenggara travel tidak mempersulit pengembalian dana kepada jemaah yang batal berangkat dan menyarankan agar dana dikembalikan secara utuh atau dititipkan bagi yang bersedia menunggu musim haji selanjutnya.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief juga turut memberikan kepastian bahwa visa furoda tidak diterbitkan.
"Sampai hari ini belum ada informasi apapun yang kami terima soal pembukaan visa furoda. Kami tegaskan, pemerintah hanya bertanggung jawab atas kuota resmi yang telah ditetapkan, yaitu 98 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus," ujar Hilman saat berada di Makkah, Arab Saudi, Minggu (1/6).
Ia menjelaskan visa furoda atau visa mujamalah merupakan jalur undangan pribadi dari pemerintah Arab Saudi yang sepenuhnya diurus oleh penyelenggara perjalanan swasta, di luar tanggung jawab pemerintah Indonesia.
Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Mufti Mubarok meminta agar seluruh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), terutama yang menangani visa furoda, tetap bertanggung jawab atas hak-hak calon jemaah yang gagal berangkat tahun ini.
"Para penyelenggara haji furoda harus tetap memenuhi hak jemaah. Kegagalan dalam proses keberangkatan tidak serta-merta menghapus tanggung jawab mereka. Asas keadilan dan transparansi tetap harus dijunjung," tegas Mufti dalam keterangan resminya, Selasa (3/6).
Sebagai bentuk dukungan terhadap perlindungan konsumen, BPKN, kata dia, siap membuka posko pengaduan serta memfasilitasi proses mediasi antara calon jemaah dengan pihak travel.
"Kalau diperlukan, kami siap turun langsung sebagai mediator, agar penyelesaian bisa dilakukan secara adil dan bermartabat," ujarnya.
[Gambas:Photo CNN]
Mufti juga mengingatkan masyarakat dan pelaku usaha perjalanan haji untuk lebih waspada dalam menyikapi skema penyelenggaraan haji furoda maupun umrah, terutama di tengah perubahan regulasi yang terus dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi.
"PIHK harus benar-benar memahami kebijakan terbaru dari Kerajaan Arab Saudi dan memastikan seluruh layanan yang diberikan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Ke depan, BPKN akan terus memperkuat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait guna meningkatkan pengawasan terhadap jalur haji non-kuota, termasuk penggunaan visa mujamalah.
Kerugian batalnya haji furoda
Ketua Bidang Humas dan Media DPP AMPHURI Abdullah Mufid Mubarok menyebut ketidakpastian visa furoda tahun ini merugikan banyak travel haji. Mereka telah membayar layanan di Arab Saudi, memesan tiket, dan hotel, bahkan ada yang upgrade ke bintang lima, dengan asumsi visa akan terbit seperti biasa.
"Kerugiannya bisa capai Rp1 miliar hingga Rp2 miliar, apalagi kalau jemaahnya lebih dari 50 orang," ujarnya, dikutip detikcom.
Salah satu calon jemaah, Naufal (31), mengaku telah menyetor ratusan juta rupiah sejak Ramadan. Ia berharap bisa berangkat tahun depan atau setidaknya uang dikembalikan jika gagal berangkat tahun ini. Namun, ia memaklumi jika ada potongan karena sebagian dana sudah digunakan untuk persiapan.
Apa tuntutan para jemaah?
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah menjamin hak-hak calon jemaah furoda yang gagal berangkat, khususnya terkait pengembalian dana secara adil dan transparan.
"Refund harus dilakukan dengan prinsip keadilan, kewajaran, dan keterbukaan," ujar Ketua YLKI Nita Emiliana, Rabu (3/6).
YLKI juga meminta pemerintah mengawasi proses refund secara ketat dan memastikan jadwal pengembalian agar konsumen memperoleh kepastian. Selain itu, pemerintah diminta menindak tegas agen yang masih memasarkan kuota furoda meski keberangkatan tak pasti.
YLKI membuka posko pengaduan bagi jemaah terdampak dan akan bersurat resmi untuk mendorong pendataan nama-nama jemaah yang batal berangkat. Nita juga menyarankan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ikut mengawasi agar tidak terjadi praktik bisnis yang merugikan konsumen.